Simak Penjelasan Kepala Biro Perekonomian Jatim soal Dana Bagi Hasil Cukai
Sosialisasi pemberantasan rokok ilegal itu sudah berlangsung sejak tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2020 ini sosialisasi dilakukan di tiga wilayah yang peredaran rokok ilegalnya relatif tinggi. Yaitu Kota Probolinggo, Sidoarjo, dan Kabupaten Malang.
“Di masing-masing wilayah, sosialisasi melibatkan 100 orang penjual atau pengecer rokok dan masyarakat perokok,” kata Tiat.
Dia mengakui, pengaruh keberadaan rokok ilegal terhadap penerimaan DBH CHT sangat besar.
Sebab, DBH CHT yang didapatkan oleh provinsi sesuai Undang-Undang adalah 2 persen dari penerimaan cukai kepada negara dari provinsi tersebut.
“Jika rokok ilegal masih banyak beredar maka penerimaan cukai pasti akan tidak optimal, sehingga akan berpengaruh pada penerimaan DBH CHT-nya di mana setiap programnya /penggunaannya lebih banyak kepada masyarakat,” ujarnya.
Tiat menjelaskan, pengaruh keberadaan rokok ilegal di Jatim terhadap industri terkait, juga cukup besar. Terutama pabrik rokok yang legal. Sebab, keberadaan rokok ilegal pasti harganya sangat murah karena ada beberapa pelanggaran yang dilakukan.
“Misalnya pita cukai asli namun salah personalisasi, rokok dengan pita cukai asli salah peruntukannya, rokok tanpa pita cukai (polos), pita cukai palsu dan pita cukai bekas,” paparnya.
Anggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang diterima Jatim berkurang menjadi Rp 1.755.482.943.000.
- Bea Cukai dan Pemda di Sleman & Sulsel Bersinergi Dukung Program Pemanfaatan DBHCHT
- Bea Cukai Magelang Bergerak Aktif Ajak Masyarakat Gempur Rokok Ilegal
- Irwan: IKA SKMA Jatim Harus Berperan Aktif Mendukung Program Pemerintah
- Menkeu Sri Mulyani: Bea Masuk Turun 3,8 Persen
- Bea Cukai Kudus Gerebek 2 Tempat Produksi Rokok Ilegal di Jepara dalam 1 Jam
- Bea Cukai Tanjung Priok Layani Ratusan Importir dan Eksportir Berstatus Mitra Utama