Sistem Proporsional Tertutup Menghambat Partisipasi Politik

Sistem Proporsional Tertutup Menghambat Partisipasi Politik
Analis politik dan Pendiri Indonesia Political Power Ikhwan Arif. Foto: Dokumentasi pribadi

“Pada sistem proporsional tertutup, partai berkuasa penuh dan menjadi penentu siapa-siapa saja yang akan duduk di kursi legislatif, perolehan suara partai menjadi penentu dan kemudian suara partai dikonversikan ke jumlah kursi. Ini yang menghambat prinsip partisipasi secara langsung" katanya.

Di samping itu, menurut Ikhwan, sistem Pemilu proporsional tertutup juga mempunyai keuntungan.

Sistem ini dinilai mampu meminimalisir biaya pemilu sehingga lebih murah dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka.

“Biaya politik memang lebih murah, karena yang dipilih hanya partai politik bukan caleg yang diinginkan rakyat, ini yang menurut saya menjadi alasan utama KPU menginginkan sistem ini digunakan kembali,” katanya.

Jika dilihat pada pelaksanaan Pemilu beberapa dekade terakhir, tidak sedikit kader Parpol yang sudah berjuang dan bekerja keras membesarkan partai selama ini, justru tidak terpilih dalam pemilu legislatif.

"Deparpolisasipun menggeliat. Dengan modal uang dan popularitas, figur-figur yang masuk ke Parpol secara instan bisa terpilih tanpa harus bersusah payah menjadi pengurus partai,” katanya.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memberikan penjelasan kemungkinan Pileg dilakukan secara proporsional tertutup di Pemilu 2024.

Hasyim mengatakan hal itu lantaran adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk menggunakan kembali proporsional tertutup.

Ikhwan Arif berpendapat sistem proporsional tertutup memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah menghambat partisipasi publik dalam Pemilu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News