Slamet Tolak Tawaran Ratusan Juta dari Malaysia Demi Puyuh Indonesia

Slamet Tolak Tawaran Ratusan Juta dari Malaysia Demi Puyuh Indonesia
Peternak puyuh Slamet Wuryadi. Foto: Fathan Sinaga/JPNN

Bagi Slamet, ternak ayam puyuh bukan sekadar bisnis. Tak pernah dia memikirkan untuk meningkatkan omzet. Bahkan Slamet sudah lupa berapa omzet yang dihasilkannya selama beternak di belakang rumahnya itu.

Dia sudah memasuki tahap memberikan ilmu dan tenaganya untuk rakyat Indonesia. Slamet pun rela jika putra-putri dalam negeri mencuri ilmunya dan mengembangkannya di Indonesia.

"Saya mengajak kepada teman-teman yang masih nganggur, saya akan edukasi mereka. Saya akan jadikan tenaga terampil. Yang mau datang, insyaallah free (gratis). Tempat tinggal dan makan, kami jamin," tutur Slamet sambil tersenyum.

Slamet menyayangkan anak muda tidak memanfaatkan pasar ayam puyuh. Sebab, kebutuhan sangat besar, sementara peternaknya sedikit. Dan kebutuhan akan ayam puyuh juga diminati oleh luar negeri.

Ayam puyuh sangat bernilai ekonomis mulai dari daging, telur dan kotorannya. Daging ayam puyuh, berdasarkan hasil laboratorium yang diajukannya, sangat rendah lemak dan kalori. Begitu juga dengan telur puyuh.

"Jadi kalau selama ini ada hasil lab yang menyebut daging puyuh itu kolestrol tinggi, itu tidak benar," kata Slamet.

Jika dihitung secara ekonomis dan nilai gizi, tiga butir telur puyuh seharga Rp 900 sama dengan nilai protein sebutir telur ayam kampung seharga Rp 2.500.

Artinya konsumen juga bisa menikmati keuntungan tersendiri dengan mengonsumsi telur puyuh dibanding telur ayam.

awaran ratusan juta rupiah dari perusahaan Malaysia dan kerja sama dari sejumlah negara tak membuat Slamet gelap mata.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News