Soal PK Moeldoko Gugat Demokrat, Syarief Hasan: Kami Menaruh Harapan MA Menolak

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan angkat bicara terkait peninjauan kembali (PK) kasus pengambilalihan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko.
Menurut Syarief Hasan, PK yang dilakukan oleh Moeldoko harus ditola, karena telah mengganggu, merusak demokrasi, dan tidak taat hukum partai politik di Indonesia.
Pasalnya, kata pimpinan MPR dari Fraksi Partai Demokrat itu. kebiasaan mengambil alih partai dengan cara inkonstitusional tidak boleh dibiarkan.
"Kami melihat bahwa Partai Demokrat ini bisa menjadi contoh. Partai ini sengaja mau diambil alih oleh bukan orang intern partai serta orang yang sedang berkuasa dengan cara-cara inkonstitusional. Hal ini tidak boleh dibiarkan dan tidak boleh terjadi serta harus dilawan," kata Syarief Hasan melalui keterangan tertulis, Selasa (30/5).
Menteri Koperasi dan UMK era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengkhawatirkan kejadian ini jika dibiarkan dapat merusak demokrasi yang tengah dibangun di Indonesia.
Apalagi jika mengingat partai politik adalah pilar utama demokrasi, tempat melakukan kaderisasi pemimpin masa depan.
"Jika penguasa dibiarkan untuk semena-mena mengambil alih partai orang lain, ini akan mencederai dan merusak demokrasi yang tengah dibangun di Indonesia," tegasnya.
Syarief Hasan membeberkan proses pengambilalihan Partai Demokrat yang selalu gagal di pengadilan.
Syarief Hasan menaruh harapan besar kepada Mahkamah Agung menolak PK yang diajukan Moeldoko yang menggugat Partai Demokrat
- Atasi Darurat Sampah, Waka MPR Lestari Moerdijat Sebut Sejumlah Hal yang Harus Dilakukan
- Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno Siap Fasilitasi Pemda Atasi Masalah Sampah
- Respons Kritik AS soal QRIS, Waka MPR Eddy Soeparno: Terbukti Membantu Pelaku UMKM
- Waka MPR Lestari Moerdijat Minta Pemerintah Segera Memperbaiki Tata Kelola Pendidikan
- Anggota MPR Lia Istifhama Serap Aspirasi Masyarakat Bertajuk Ekonomi Kerakyatan
- Forum Purnawirawan TNI Usul Copot Wapres Gibran bin Jokowi, Pengamat: Ekspresi di Negara Demokrasi