SPDP Untuk Kasus Risma Itu Benar, Ini Penjelasan Kapolri

SPDP Untuk Kasus Risma Itu Benar, Ini Penjelasan Kapolri
Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengakui penyidik Polda Jawa Timur terlambat mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus yang diduga menjerat mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Polda Jatim telah menerbitkan SPDP pada Mei 2015.

“Seharusnya SPDP dikirim sejak awal,” kata Jenderal Badrodin Haiti di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Senin (26/10).

Haiti menjelaskan kasus ini berawal dari laporan terhadap Risma pada Mei 2015. Polisi kemudian menyelidiki dengan memeriksa pelapor, saksi termasuk Risma. Dalam perjalanannya, Polri sudah menerbitkan SPDP.

Menurut Haiti, SPDP harus ada sebagai dasar memanggil seseorang. Karenanya, SPDP dibuat pada Mei. Namun, belum dikirim ke kejaksaan. “SPDP dibuat pada Bulan Mei. Tetapi, tidak dikirim ke kejaksaan,” kata Haiti lagi.

Kemudian, pada 25 September 2015 dilakukan gelar perkara. Hasilnya disepakati bahwa tidak ada unsur tindak pidana sehingga harus dihentikan. Namun, timbul persoalan. Kalau dihentikan SPDP harus dikirim terlebih dahulu kepada kejaksaan.

Karena, kata Haiti, kalau tiba-tiba dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan, namun SPDP belum pernah dikirim ke kejaksaan maka bisa dipraperadilkan.

“Sehingga SPDP-nya dikirim ke kejaksaan tanggal 29 September 2015,” katanya.

Nah, kata dia, seharusnya setelah itu dikeluarkan SP3. Namun kala itu, Direskrimum yang lama sudah pindah atau dimutasi. Sedangkan Direskrimum yang baru belum datang atau masuk, karena masih naik haji. “Sehingga ini terlambat, muncul lagi ada rilis dari kejaksaan. Jadi, yang dilakukan anggota (Polri) sudah benar,” kata dia.

JAKARTA – Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengakui penyidik Polda Jawa Timur terlambat mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News