Subsidi Tetap Hanya untuk Premium

Subsidi Tetap Hanya untuk Premium
Subsidi Tetap Hanya untuk Premium

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Program dan Pembinaan Migas Kementerian ESDM Agus Tjahjono saat dihubungi semalam enggan berkomentar banyak. Dia memilih untuk menyimpan rapat-rapat informasi soal besaran subsidi tetap untuk bahan bakar minyak (BBM).

Beralasan tidak mau mendahului pernyataan Menko Perekonomian Sofjan Djalil, dia meminta untuk menunggu selesainya cuti bersama.
      
"Belum dapat arahan dari sidang kabinet. Diputuskan seperti apa, ditunggu saja dulu, mungkin Senin (29/12) sore," katanya.

Dia juga tidak mau mengomentari apakah besaran subsidi senilai Rp 500 sampai Rp 1.000 sudah pas. Yang pasti, berbagai usulan dengan nilai yang beragam memang sudah masuk.
      
Tetapi, itu juga tidak bisa disampaikan ke media karena belum matang. Yang pasti, subsidi tetap kemungkinan besar tidak mencapai angka Rp 2 ribu. Apalagi, piha-pihak terkait tidak ada yang mengusulkan nominal itu. "Enggak sampai kalau segitu," imbuhnya.
      
Disinggung soal rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang mengusulkan peralihan Premium ke Pertamax, termasuk pola subsidinya, menurut Agus itu tidak masuk pertimbangan. Besaran subsidi tetap yang akan berlaku pada awal tahun depan hanya untuk Premium saja.
      
Kalau pemerintah mengabulkan permintaan tim yang dipimpin Faisal Basri itu, bakal ada rapat lagi soal penentuan besaran subsidi. Tidak bisa disamakan karena banyak hal yang membuat harga pembentuknya berbeda. "Akan berubah (besaran subsidi), harga patokannya saja tidak sama," jelasnya.
      
Hitungan yang lazim diketahui, dari Premium (RON 88) ke Pertamax (RON 92) terjadi penambahan 4 oktan. Nah, setiap tambahan 2,5 oktan, biayanya hanya 1 persen. Itu berarti, akan ada kenaikan harga 1,6 persen saat Premium benar-benar dihentikan dan beralih ke Pertamax.
      
Sementara Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengusulkan besaran subsidi yang cukup besar. Angkanya dikisaran Rp 1.500 hingga Rp 2 ribu. Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng memang tidak menyebut angka pasti, tetapi angka itu menurutnya pas.
      
"Usulan sudah diberikan, masih dibicarakan di Kemenkeu. Angka dari BPH Migas, antara Rp 1.500 sampai Rp 2 ribu," jelasnya. Hitungan kasar, kalau angka dari BPH Migas diterima, maka subsidi yang harus disiapkan pemerintah mencapai Rp 92 triliun untuk 46 juta kilo liter (KL) BBM bersubsidi.
      
Penghematan langsung terlihat karena dalam APBN 2015, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja subsidi BBM atas premium, minyak tanah dan solar senilai total Rp 276 triliun. Berdasarkan kuota pemakaian, volume premium dibatasi maksimal 29,5 juta kilo liter (kl), minyak tanah 800 ribu kl, dan solar 15,7 juta kl.
      
Namun, secara pribadi, Andy mengatakan ada baiknya solar saja yang disubsidi. "Lebih bagus premium dan pertamax tidak disubsidi. Menurut saya, solar saja yang disubsidi karena terkait dengan transportasi umum," katanya.
      
Direktur Marketing & Retail Pertamina Ahmad Bambang kepada Jawa Pos mengatakan pihaknya tidak ikut-ikut soal menentukan besaran subsidi. Sebagai penyalur BBM, Pertamina menyerahkan keputusan itu kepada pemerintah. "Itu wewenang pemerintah. Sampai saat ini masih dikaji (besarannya)," katanya.
      
Lebih lanjut dia menjelaskan, berapapun besarannya nanti, Pertamina pasti siap menjalankan. Dia yakin kalau pemerintah mempertimbangkan daya beli masyarakat.

Bambang menyebut sisi positif subsidi tetap bisa membuat jumlah subsidi tiap tahun lebih bisa diperkirakan sehingga APBN dapat di-manage lebih baik. (owi/dim)


JAKARTA - Direktur Program dan Pembinaan Migas Kementerian ESDM Agus Tjahjono saat dihubungi semalam enggan berkomentar banyak. Dia memilih untuk


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News