Sultan Ghozali

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sultan Ghozali
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Bukan hanya dagang yang dilakukan secara online, perang pun dilakukan secara online, menghujat secara online, mencaci, memaki orang lain tidak harus bertemu fisik, semuanya cukup online.

Revolusi digital telah mengubah manusia. Realitas tentang dirinya, pemaknaan baik dan buruk, semua berubah. Manusia tidak lagi memikirkan sebuah kebenaran yang hakiki, melainkan kebenaran yang sesuai dengan harapannya.

Hoaks menjadi bagian tak terpisahkan dari era post-truth, pasca-kebenaran. Tidak ada kebohongan, yang ada adalah realitas alternatif.

Homo digitalis makin sulit membedakan antara realitas yang asli dan fiksi. Kebenaran yang tidak lagi autentik, cara bersikap yang brutal di media online, kebebasan yang kebablasan, serta meluasnya hoaks yang tak lagi terbendung, adalah bagian dari budaya baru homo digitalis.

Tanpa kita sadari, kita telah dikuasai oleh teknologi, semuanya disediakan dan dicukupi oleh teknologi. Teknologi yang seharusnya membebaskan malah memperbudak dengan kenyamanan.

Tidak perlu lagi bersusah payah untuk mencari sendiri, cukup dengan “aku klik, maka aku ada”.

Manusia tidak lagi autentik, karena keberadaanya dilihat dari eksistensinya di media sosial. Keberadaan manusia hampir tidak bisa tersentuh oleh realitas.

Keberadaan manusia menjadi teknologi yang kita miliki saat ini berubah menjadi sosok nyawa kedua yang harus tetap hidup. Sebab, jika dia tak ada, maka homo digitalis akan mati.

Janda bolong, batu akik, ikan arwana dan foto-foto selfie Sultan Ghozali adalah bagian dari NFT,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News