Surplus Neraca Perdagangan Perlu Ditangani Hati-Hati, Berikut 9 Alasannya

Surplus Neraca Perdagangan Perlu Ditangani Hati-Hati, Berikut 9 Alasannya
Ilustrasi kegiatan ekspor. Foto: Bea Cukai.

Pertama, pertumbuhan volume perdagangan sebenarnya lebih rendah daripada nilai komoditasnya sehingga terdapat kenaikan harga di tingkat produsen.

Volume komoditas manufaktur yang lebih rendah dari nilainya seperti produksi manufaktur pada mesin industri dan peralatan listrik.

Kedua, dengan mengikuti tren yang terjadi, kegiatan ekspor dan impor mengalami peningkatan yang signifikan pada periode menjelang Ramadhan dan hari raya Idulfitri yang dikhawatirkan adanya libur panjang sehingga industri mengirim muatan hasil produksinya terlebih dahulu.

Ketiga, surplus neraca perdagangan pada Maret 2021 disebabkan oleh surplus dengan Amerika Serikat, Filipina, dan India dengan masing-masing sebesar USD 1,33 miliar, USD 592,1 juta dan USD 502,4 juta.

Sedangkan, kontribusi defisit terbesar berasal dari Australia, Korea Selatan, dan Thailand dengan nilai masing-masing sebesar USD 503,5 juta, USD 546,8 juta, dan USD 281,1 juta.

Keempat, peningkatan ekspor yang tinggi, tercermin surplus pada neraca perdagangan menunjukkan bahwa ekonomi eksternal secara agregat mengalami pemulihan secara cepat terutama pada negara-negara utama mitra dagang Indonesia.

Sementara itu, kinerja impor masih terkontraksi yang disebakan oleh pemulihan ekonomi domestik masih relatif lambat.

Kelima, percepatan program vaksinasi COVID-19 dan pembiayaan infrastruktur dipercaya akan mendorong dalam meningkatakan permintaan domestik dan keyakinan konsumen akan optimisme terhadap situasi ekonomi ke depan.

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menilai bahwa data neraca perdagangan Indonesia pada Maret yang surplus, itu justru harus diwaspadai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News