Survei Terkutuk

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Survei Terkutuk
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Bagi Indonesia, yang masih berkembang, survei capres membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sehingga wajar bila survei terkait calon presiden belum dilakukan di masa-masa pra reformasi.

Survei capres berupa jajak pendapat politik mulai terselenggara secara semi-profesional setelah Soeharto lengser. Survei diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Sosial dan Ekonomi (LP3ES). Para peneliti di LP3ES sudah tidak asing dengan metode-metode pengambilan sampel berbasis hitung-hitungan kuantitatif.

Pada pemilu terakhir Orde Baru pada 1997 lembaga itu telah mengadakan survei hitung cepat untuk kawasan Jakarta. LP3ES juga pernah menyelenggarakan survei pada pemilihan legislatif 1999, di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie.

Survei capres di Indonesia pertama kali dilakukan menjelang Pemilu 2004. Berbagai lembaga survei kala itu menyatakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai kandidat terkuat presiden. Prediksi itu benar. SBY terbukti menang Pemilu Presiden 2004 dengan suara 33,57 persen pada putaran pertama dan 60,62 persen pada putaran berikutnya.

Di Indonesia, tradisi survei masih seumur jagung, tetapi perannya sudah sangat besar dalam memengaruhi keputusan politik. Nyaris tidak ada politisi yang berani maju untuk merebut jabatan eksekutif maupun legislatif yang tidak mempergunakan lembaga survei. Bisa disebut bahwa lembaga survei adalah keniscayaan bagi politisi yang hendak maju berkontestasi.

Lembaga survei sudah menjadi industri tersendiri dengan putaran uang triliunan rupiah. Para surveyor itu sekaligus menjadi konsultan politik yang menawarkan paket komplet dengan harga yang tinggi. Karena itu, lembaga-lembaga survei menjadi perusahaan besar dengan omset besar dan pengusahanya menjadi orang-orang tajir.

Seiring dengan itu mulai muncul distrust dari sekalangan masyarakat yang tidak sepenuhnya percaya terhadap hasil survei yang dipublikasikan. Para pengusaha survei dianggap sebagai bagian dari proyek politik yang mempuntai target politik tersendiri.

Itulah yang terjadi terhadap Saiful Mujani yang beberapa hari ini menjadi sasaran ketidakpuasan dari sekalangan netizen. 

Politisi tidak bisa hidup tanpa survei. Politisi harus terus-menerus setiap hari memelototi angka-angka statistik yang dikeluarkan oleh lembaga survei.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News