Susilo Toer, Adik Sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang Tetap Produktif di Usia 77 Tahun

Siapkan Lima Buku tentang Sisi Buruk sang Kakak

Susilo Toer, Adik Sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang Tetap Produktif di Usia 77 Tahun
Susilo Toer, Adik Sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang Tetap Produktif di Usia 77 Tahun

"Pram seperti manusia lainnya, juga punya sisi buruk, di samping sisi positif. Saya ingin mengisahkannya, barangkali bisa menjadi pelengkap sosok pribadi Pram yang sudah dikenal selama ini," tambahnya.

Pak Sus sudah menyiapkan judul buku-bukunya itu. Semua akan mengandung nama Pram. Misalnya, salah satu bukunya yang sudah terbit, Pram dari Dalam. Seri kedua nanti disiapkan dengan judul Pram dalam Kelambu. "Buku kedua ini bercerita tentang Pram dalam memandang sebuah perkawinan," kata dia.

Pak Sus juga akan menyelipkan cerita mengenai bagaimana Pram menjalani perkawinannya. Apa saja yang diberikan Pram untuk istrinya sebagai kado perkawinan dan apa maknanya. "Salah satu hadiah itu berupa ranjang pengantin yang dihadiahkan untuk istrinya. Semua ada maknanya," urai bapak satu anak ini.

Seri ketiga buku Pak Sus diberi judul Pram dalam Bubu. Bubu adalah perangkap ikan dari bambu yang biasa dipasang di dalam sungai. Ikan yang sudah masuk perangkap ini tidak akan bisa keluar lagi. Buku itu akan bercerita tentang kehidupan Pram, termasuk surat pribadi Pak Sus untuk Prof Theo, ahli filsafat.

Yang keempat berjudul Pram dalam Belenggu yang juga bercerita tentang Pram dalam menapaki kehidupannya yang terjal dan berliku. Pak Sus mengaku sebagai salah seorang saksi hidup atas perjalanan kehidupan sang kakak. Banyak cerita yang menyentuh, mengharu biru, namun ada juga yang membuat marah orang.

Yang kelima diberi judul Pram dalam Tungku. Seri terakhir ini mengisahkan sosok Pram di mata orang lain. Isinya kritik, baik yang membangun maupun yang menghakimi, bahkan juga hujatan yang ditujukan kepada Pram. Ibarat sebuah masakan di dalam tungku, Pram dibesarkan oleh kondisi yang mengelilinginya. Pram jadi matang oleh percampuran bumbu yang dipanasi bara api dari bawah tungku.

Meski sudah hampir rampung, Pak Sus belum menentukan penerbit yang akan menerbitkan empat bukunya itu. Dia ingin penerbitnya nanti betul-betul profesional, baik dari cetakan, promosi, hingga pemasarannya, sehingga gaung buku-buku itu besar. Buku pertamanya dulu diterbitkan oleh penerbit Jogjakarta.

"Untuk yang empat naskah ini, saya masih menimbang-nimbang mana penerbit yang beruntung menerbitkan buku-buku saya nanti," tandas Pak Sus. (*/c1/ami)


Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Kata-kata itu diwarisi Susilo Toer dari sang kakak, legenda sastrawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer. Karena


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News