Tabligh

Tabligh
Dahlan Iskan di pedalaman Pakistan, dekat Kashmir. Foto: disway.id

Dari gerbang itu saya diantar ke masjid. Yang terletak sekitar 100 meter dari gerbang. Sebenarnya tanpa diantar pun saya tahu kalau masjidnya ada di situ. Kan kelihatan nyata. Banyak orang menuju ke sana. Juga ada dua menara tinggi di sebelahnya.

Masjid ini besar. Besar sekali. Perkiraan saya bisa menampung 20.000 jemaah. Termasuk di lantai dua di bagian belakang itu.

Saya pun masuk masjid. Penuh. Saya mengambil sela-sela di barisan ke lima. Agar bisa melihat imam dan pengkhotbahnya.

Tepat jam 13.00 terdengar suara azan. Keras sekali. Saya agak kaget. Kok sudah azan? Bukankah petugas gerbang tadi mengatakan salat dimulai pukul 13.40?

Ternyata itu suara azan dari masjid sebelah. Yang pakai pengeras suara yang sangat nyaring. Sampai seperti dari masjid ini.

Lalu ada suara azan yang lain lagi. Yang agak kurang keras. Dari masjid yang lain lagi.

Saya mengambil Quran. Membacanya. Di sebelah saya juga membaca Quran. Tapi konsentrasi saya terbelah. Ada suara khotbah yang sangat keras masuk ke dalam masjid ini. Dari masjid yang azannya juga keras tadi.

Saya bisa mengikuti amat jelas khotbah itu. Khotbahnya panjang sekali. Sampai jam 13.40 masih belum selesai. Sayang bahasanya Urdu. Tidak tahu apa yang dikhotbahkannya.

Begitu mendarat di Lahore saya harus mencari masjid. Untuk salat Jumat. Saya ingat beberapa teman saya yang anggota Jamaah Tabligh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News