Tak Pernah Khawatir Urusan Perut Selama Masih Ada Lontar

Tak Pernah Khawatir Urusan Perut Selama Masih Ada Lontar
Seorang warga Pulau Rote memanjat pohon lontar. Foto: TIMOR EKSPRESS

Karena itu, seperti juga Daniel, Molle tidak khawatir dengan tingkat kemiskinan di Rote Ndao yang masih tinggi. Kepada Jawa Pos, Bupati Rote Ndao Leonard mengatakan mencapai 26 persen.

’’Mungkin mereka memang miskin. Tapi, selama ada lontar, mereka tidak akan kelaparan,’’ lanjut Molle.

Topi Ti’i Langga yang menjadi simbol kebesaran laki-laki di Rote juga dianyam dari daun lontar. Sampai dengan puluhan tahun silam, setiap rumah di Rote dipastikan memiliki topi tradisional tersebut.

Begitu pula sasando. Alat musik tradisional Rote yang sudah mendunia tersebut terbuat pula dari daun lontar.

Sasando merupakan sarana hiburan bagi warga tradisional rote. Mengiringi mereka ketika berkumpul dan bernyanyi bersama sehingga timbul kebersamaan.

Masyarakat tradisional Rote juga mengolah lontar menjadi sopi, tuak khas dari pulau tersebut. Kandungan alkoholnya lebih dari 40 persen.

’’Sekarang juga banyak yang diolah menjadi alkohol medik dengan kandungan 90 persen,’’ tutur Molle.

Belakangan, penggunaan sopi semakin dibatasi untuk mencegah dampak buruk minuman beralkohol.

Dari tanaman lontar, bisa dibilang kebutuhan pangan, papan, dan sandang warga Rote terpenuhi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News