Teflon Luhut

Oleh: Dahlan Iskan

Teflon Luhut
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Tetapi kami bertiga bergeming. Presiden mendukung kesepakatan kami. Ekspor bahan mentah pun terhenti. Entah kalau ada permainan di baliknya.

Tidak mudah memaksakan hilirisasi. Harus kerja keras. Ekspor kayu gelondongan dan tanah-air berisi nikel tidak perlu kecerdasan.

Maka saat terjadi heboh-heboh pembangunan smelter nikel di Morowali saya bersimpati kepada Luhut. Tantangan begitu besar. Tidak ada hal besar yang bisa dilewati dengan mudah. Kini smelter menjadi pioneer hilirisasi hasil tambang.

Luhut pun membuat kejutan baru: ekspor bahan mentah bauksit segera dilarang. Tahun ini juga.

Hebohnya tidak lagi seperti nikel. Dunia usaha sudah tahu: pemerintah tegas. Tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak akan ada dispensasi.

Saya ingat, dulu, begitu UU dilahirkan, pengusaha tenang-tenang. Anggapan mereka: pasti ada dispensasi, apalagi kalau pengusaha kompak: tidak ada yang membangun smelter. Pemerintah pasti takut kehilangan devisa dari ekspor bahan mentah.

Sikap pengusaha seperti itu kini tidak ada lagi. Saya lihat sendiri di lapangan. Di Kalbar. Kota Pontianak begitu sibuk. Hotel penuh. Banyak sekali pengusaha yang sedang menyiapkan smelter bauksit di sana.

Kalbar akan segera menjadi pusat pengolahan bauksit. Pun ketika daerah itu belum punya cukup listrik. Mereka bersiap membangun pembangkit listrik sendiri.

Luhut telah menjadi sosok pemimpin yang tegas, tahan banting, ngotot, tidak mudah goyah –yang dalam kamus politik bisa disebut sosok seperti teflon.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News