Teknologi Kaca Nasional Masih Lemah

Produsen Takut "Serbuan" Kaca Murah

Teknologi Kaca Nasional Masih Lemah
Teknologi Kaca Nasional Masih Lemah
JAKARTA - Dalam menanggapi kondisi industri kaca nasional pasca diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), Kepala Unit Kaca Pengaman Asosiasi Kaca Kembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus H Gunawan mengungkapkan, industri kaca di Indonesia masih bisa dikatakan cukup lemah, khususnya di bidang teknologi. "Jika dilihat dari skala ekonominya, kami rasa Indonesia sudah cukup. Namun lemah sekali di bidang teknologinya, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara di wilayah Asia," ungkap Yustinus, ketika ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (2/6).

Yustinus mengatakan, teknologi industri kaca di Indonesia masih sangat terbatas. Masih banyak jenis-jenis kaca yang belum dapat diproduksi di Indonesia, sehingga penguasaan pasar produsen kaca Indonesia belum maksimal. Disebutkannya pula, saat ini hanya ada tiga eksportir besar yang menguasai pasar Indonesia. Antara lain yaitu Asahimas Flat Glass, Mulia Glass, serta Tossa Shakti. Sebagian besar jenis kaca yang diproduksi adalah kaca lembaran.

"Kapasitas produksi ketiga perusahaan ini rata-rata mencapai 1,4 juta ton per tahun. Di mana mereka juga turut memenuhi permintaan pasar domestik sebesar 65 persen, dan sisanya 35 persen untuk ekspor," jelasnya.

Sementara itu, mengenai penggunaan atau tingkat konsumsi kaca di Indonesia, Yustinus mengatakan juga cukup rendah. Sebagian besar permintaan produk kaca katanya, adalah dari industri kosmetik. "Rata-rata kaca yang digunakan untuk produk kosmetik adalah kaca yang bernilai tinggi, dan harganya juga lebih tinggi 30 persen apabila dibandingkan dengan kaca biasa," paparnya.

JAKARTA - Dalam menanggapi kondisi industri kaca nasional pasca diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), Kepala Unit Kaca Pengaman

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News