Ternyata, Ngeri Banget Dampak Kecanduan Chatting dan Game

Ternyata, Ngeri Banget Dampak Kecanduan Chatting dan Game
Andika Yunianto, dosen Universitas Persada Indonesia yang juga praktisi psikologi teknologi informasi. Dia kebanjiran pasien. Foto: JAWA POS PHOTO

Pria itu hanya satu di antara sejumlah korban keganasan era digital yang ditangani Dika. Banyak korban lain yang kerap datang untuk berkonsultasi dan minta disembuhkan oleh Dika.

Mayoritas penggemar peranti elektronik (gadget holic) berusia 15–30 tahun. Usia itu didominasi pelajar dan mahasiswa yang memang rentan terhadap serangan pengaruh negatif TI.

Dampak buruk itu, antara lain, berupa ketergantungan bermain online game, kecanduan menggunakan media sosial (medsos), kriminalitas siber (cybercrime), intimidasi siber (cyberbullying), sampai terorisme siber (cyberterrorism).

Di antara serangan itu, kecanduan chatting di medsos paling umum dialami para pengguna teknologi digital. ”Kebanyakan chatting itu bahaya, lho,” terang Dika.

Dika sudah menangani ratusan kasus kejiwaan yang dialami para pengguna perangkat digital itu. Uniknya, banyak di antaranya sosialita yang gemar chatting di medsos. Mereka umumnya pendatang baru di era digital, tapi terus kecanduan.

Kepada Dika, mereka mengaku sering cemas bila seharian tidak memegang gadget. Seperti ada yang kurang dalam hidup mereka.

Ujung-ujungnya, mereka lalu menutup diri dari lingkungan sekitar, tidak terkecuali orang-orang terdekat.

Biasanya, orang-orang yang menuhankan gadget itu jarang mau berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Mereka lebih asyik dengan dunia barunya itu.

Praktisi psikologi teknologi informasi (TI) makin sibuk menangani para korban efek negative era digital. Contohnya, Andika Yunianto yang kini mempunyai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News