Tolak Batalkan Sistem Proporsional Terbuka, MK: Pokok Permohonan Tidak Beralasan
jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pokok permohohan para pemohon uji materi atas sistem proporsional terbuka dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Para pemohon dalam uji materi itu ialah Riyanto, Nono Marijono, Ibnu Rachman Jaya, Yuwono Pintadi, Demas Brian Wicaksono, dan Fahrurrozi.
"Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan atas permohonan uji materi itu, Kamis (15/6).
Permohonan yang teregistrasi dalam perkara bernomor 114/PUU-XX/2022 itu mempersoalkan Pasal 168 Ayat 2 UU Pemilu yang mengatur pemilihan calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Enam pemohon yang tidak menginginkan pemilu dengan sistem terbuka seperti saat ini memohon MK menetapkan penerapan sistem proporsional tertutup.
Para penguji dalam pokok permohonannya mendalilkan sistem pemilu secara proporsional terbuka mendistorsi peran parpol.
Namun, MK beranggapan dalil tersebut berlebihan karena partai tetap memiliki peran dalam pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.
"Dalil demikian adalah sesuatu yang berlebihan," kata hakim MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan sebelum pengucapan amar.
Enam hakim MK sepakat soal penggunaan sistem proporsional terbuka di pemilu. Namun, satu hakim MK, Arief Hidayat, punya pandangan berbeda (dissenting opinion).
- MK Mulai Hari Ini Akan Sidangkan Ratusan Perkara Sengketa Hasil Pileg 2024
- KPU RI Tunjuk Pieter Ell jadi Kuasa Hukum Sengketa Pileg 2024
- Hukum dan Etika Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
- Forum Umat Islam Sragen Imbau Semua Pihak Hormati Putusan MK dan KPU
- Kantor Advokat Pieter Ell Siap Bantu KPU Hadapi PHPU Pileg 2024 di MK
- Gelar Halalbihalal Ketua Wilayah se-Indonesia, PPP Makin Solid