Tri Murtiono Pelaku Bom Mapolrestabes Ternyata Takut Mati

Tri Murtiono Pelaku Bom Mapolrestabes Ternyata Takut Mati
Aksi peledakan bom menyerang Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5). Foto: Hendro/Jawapos.com

Posisi telunjuk sudah masuk ke dalam bingkai pelatuk. Peluru siap dimuntahkan. Saat itu Dimas mengira ledakan berasal dari mobil.

Untung, sebelum peluru tajam dimuntahkan, tangan Aipda Umar menepis senjata Dimas ke bawah. ’’Tahan tembakan, tahan,’’ tiru Dimas separo berteriak.

Setelah pandangan matanya kembali fokus, dia baru melihat tubuh Muaffan dan Rendra ambruk. Mereka merintih kesakitan.

Saat Dimas bercerita kepada Jawa Pos, raut mukanya tampak kalut. Apalagi ketika menceritakan kondisi Muaffan. Rekannya itu muntah darah. Sekujur tubuhnya berlumuran darah dan penuh luka.

Dia terluka di bagian belakang kepala, tangan, dan dadanya. Hingga Rabu (16/5), Muaffan belum bisa diajak berbicara lama. Suaranya lirih. Dokter memintanya untuk fokus beristirahat.

Di lingkungan tempat dia mengontrak rumah di Jalan Tambak Medokan Ayu VI, Tri juga dikenal sebagai pribadi yang tertutup. Sehari-hari, dia jarang berinteraksi dengan warga sekitar.

’’Memang jarang interaksi. Tetapi, saya tidak melihat hal ganjil,’’ ujar Suwito, ketua RT 08, RW 02.

Saat pertama tinggal di rumah kontrakan tersebut, Tri seperti warga pada umumnya. Dia datang untuk melapor dan memberikan fotokopi kartu keluarga, KTP, serta surat nikah. Itu juga menjadi kali pertama dan terakhir dia berjumpa dengan ayah tiga anak tersebut.

Tri Murtiono, yang mengajak istri dan anaknya melakukan aksi bom bunuh di Mapolrestabes Surabaya, ternyata takut mati.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News