Tsunami Pemimpin OJK

Oleh: Juliaman Saragih

Tsunami Pemimpin OJK
Ketua/Pendiri NCBI (Nation and Character Building Institute) Juliaman Saragih. Foto: Dokumentasi pribadi

Tragisnya, dalam laporan refleksi akhir tahun 2021, Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menyatakan bahwa kontribusi dan kerjasama Menteri BUMN, Erick Tohir, menjadi pemicu sehingga Kejagung dapat mengungkap tuntas mega skandal pada kedua asuransi BUMN (Jiwasraya dan Asabri). Mungkin mereka lupa pada Pasal 51 ayat (2) UU OJK, bahwa, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) diharuskan bekerja sama dengan instansi terkait, yakni Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan.

Berbagai petunjuk kuat Presiden Jokowi di atas yang berintikan pada penguatan pengawasan serta fungsi penyidikan OJK maupun integrasi pengawasan antarlintas sektor jasa keuangan, telah diadopsi bahkan menjadi Visi dan Misi Mahendra Siregar, Ketua DK OJK terpilih, Periode 2022-2027.

Disebutkan, target 100 hari pertama, OJK akan didorong untuk berfokus pada kapabilitas dan sumber daya manusia bagi fungsi pengawasan inti dengan pembenahan struktur organisasi.

OJK akan difokuskan pada pengendalian internal check & balance, termasuk roadmap dan prioritas OJK, serta menyusun peta jalan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) untuk dirampungkan dan diperkuat.

Termasuk mendorong kejelasan regulasi, khususnya pada Peraturan OJK (POJK) maupun yang terkait dengan regulator lain, mengindentifikasi dan menangani tumpang tindih pengaturan, yang menggangu proses pengawasan terintegrasi di sektor jasa keuangan (6/4/22).

Pertanyaan gugatan sekaligus perenungan bagi DK OJK terpilih, mungkinkah kasus korupsi mega triliun seperti Jiwasraya, Asabri, atau Indosurya, Kresna dan lainnya berdiri sendiri dan terjadi lebih dari 10 (sepuluh) tahun tanpa ada seorangpun dari regulator (OJK) yang innocent?

Muncul dugaan kuat, sebenarnya kalau mau ditelisik sumber atau akar masalah dari mega korupsi Jiwasraya atau Asabri terjadi karena ada kepentingan pihak tertentu (vested interest group) yang berkelindan dalam POJK untuk memfasilitasi reksadana abal-abal yang isinya saham kentut.

Lebih anehnya, kerugian negara puluhan triliun tapi hanya 1 (satu) orang regulator yang dihukum, dan akhirnya dibebaskan oleh MA. Staf dan pimpinan regulator tidak tersentuh.

Perintah UU OJK bahwa fungsi, tugas dan wewenang OJK adalah pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News