Untung Tiba-Tiba Ingat Petrofish

Untung Tiba-Tiba Ingat Petrofish
Untung Tiba-Tiba Ingat Petrofish

Saya tidak bisa mengucapkan kata-kata yang kelihatannya menyenangkan, tapi tidak bisa dilaksanakan. Saya juga sudah terbiasa untuk mengatakan "tidak tahu" untuk pertanyaan yang saya memang tidak tahu jawabannya. Saya tidak malu.

Pagi itu pun saya mengatakan "saya benar-benar tidak tahu" bagaimana mengatasi persoalan tersebut. Akal sehat saya mengatakan, sepanjang pakan itu masih impor ya harganya pasti naik.

Maka, saya lemparkan kembali persoalan itu kepada floor. Siapa tahu ada peserta yang cerdik dan mau membagi kiat. Di situ juga ada pejabat daerah yang lagi memberikan ceramah.

Tapi, tidak ada seorang pun yang bisa memberikan jalan keluar. Saya pancing dengan hadiah uang pun ide itu tidak keluar. Seorang polisi yang di rumahnya juga beternak gurami malah menceritakan parahnya keadaan.

Dia punya lima kolam ikan masing-masing 7 x 7 meter persegi. Kolam itu dibuat di atas tanah dengan menggunakan batu bata. Di seluruh Tulungagung bertani ikan memang sudah menjadi andalan sumber kehidupan. Penghasil ikan budi daya terbesar di Jatim. Ikannya banyak dikirim ke Jakarta.

"Yang bisa dilakukan sekarang ini hanya memberi pakan dari kangkung, Pak," kata polisi itu kepada saya. "Tapi, itu sekadar membuat ikan bertahan hidup. Tidak bisa membesarkan," tambahnya.

Saya menyerah. Sambil menahan rasa malu saya hanya mengatakan: saya akan sampaikan persoalan ini kepada yang berwenang. Saya pun pamit meninggalkan kelas. Saya tahu mereka tidak bahagia.

Mereka adalah penerima dana PNPM pemerintah untuk mendorong rakyat agar mau mulai berusaha kecil-kecilan. Program tersebut sebenarnya sukses. Tapi, khusus di bidang usaha ikan kini menghadapi masalah harga pakan.

SAYA hampir saja malu di Campurdarat: tidak bisa menjawab pertanyaan bagaimana mengatasi kesulitan seluruh petani ikan di seluruh Tulungagung. Terutama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News