Vape Menurunkan Angka Prevalensi Perokok  

Vape Menurunkan Angka Prevalensi Perokok  
Ilustrasi. Rokok elektrik/vape. Foto Drake

jpnn.com - Kehadiran rokok elektrik atau vape dinilai mampu mengurangi angka perokok. Ini bisa menjadi kabar gembira bagi pemerintah dalam menekan angka prevalensi merokok.

Sebuah studi baru di Selandia Baru menemukan bahwa vape dapat membantu orang berhenti merokok lebih cepat. Cara tersebut akan semakin efektif bila digunakan dengan terapi berbasis nikotin lain seperti patch, dan permen. Para peneliti dari Lancet Respiratory Medicine mengumumkan hal tersebut dan dipublikasikan pada 10 September 2019 lalu.

Profesor dan peneliti utama Universitas Auckland, Dr Natalie Walker mengatakan, penelitian dimaksud sangat penting karena melibatkan 1.124 peserta. Sebesar 40 persen diidentifikasi sebagai M?ori (sebutan bagi penduduk asli Selandia Baru). "Survei Kesehatan di Selandia Baru pada 2017/2018 menemukan lebih banyak wanita M?ori merokok setiap hari dibandingkan dengan pria M?ori. Jadi sangat menggembirakan melihat begitu banyak wanita M?ori terlibat dalam percobaan dalam upaya untuk berhenti merokok,” Walker mengungkapkan dilansir dari laman nzherarld, Minggu (15.9).

Secara teknis, studi tersebut mengukur siapa yang bebas merokok selama enam bulan. Orang yang mengunakan patch bersama dengan rokok elektrik bernikotin cenderung tidak merokok dalam periode penelitian dibanding mereka yang menggunakan patch dan rokok elektrik non-nikotin.

Walker mengatakan vaping (sebutan saat menggunakan vape) adalah alat pengurangan dampak buruk untuk membantu orang meninggal karena merokok. ”Vaping  lebih tidak berbahaya daripada merokok,” terusnya.

Terkait, kasus kematian dan penyakit akut akibat vape di Amerika Serikat (AS), menurut Walker, bukan disebabkan oleh perangkat atau vapenya. Melainkan karena sesuatu yang tidak semestinya dimasukkan ke dalam rokok elektrik. ”Karena itu penting bahwa vapers tidak membeli e-liquid dari pasar gelap. Hanya membeli dari pengecer terkemuka,” sarannya.

Faktanya, kata dia sebanyak 5.000 orang meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan merokok di Selandia Baru. ”Sepengetahuan kami, tidak ada seorang pun di NZ yang meninggal akibat vaping," Walker menjelaskan.

Para peneliti membagi peserta menjadi tiga kelompok sebelum secara acak menetapkan metode khusus. Mulai dari vape mengandung nikotin sampai tanpa nikotin. Para peserta survei diminta untuk menggunakan produk vape dua minggu sebelum berhenti dan kemudian melanjutkan selama 12 minggu. Orang-orang yang menggunakan produk vape nikotin lebih cenderung cepat meninggalkan rokok selama enam bulan, antara 7 dan 17 persen. Berbanding dengan vape bebas nikotin, antara 4 dan 10 persen.

Studi baru di Selandia Baru menyebutkan bahwa kehadiran vape dinilai mampu mengurangi angka perokok.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News