Wapres Dukung KPK Ambil Alih Kasus BLBI
Jumat, 19 September 2008 – 15:38 WIB

Wapres Dukung KPK Ambil Alih Kasus BLBI
JAKARTA - Pemerintah mendukung penuh langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan mengambil alih kasus Bantuan Likuiditas Bank indonesia (BLBI). Hal ini ditegaskan Wakil Presiden RI, HM. Jusuf Kalla kepada wartawan di Istana Wakil Presiden RI, Kebon Sirih, Jakarta, JUmat 19 September 2008. "Itu sangat bagus. Pemerintah mendukung sepenuhnya. Karena langkah itu tentu untuk penegakan hukum," tegas JK. Hanya saja, saat itu KPK belum memiliki pintu masuk. Sementara KPK tidak boleh menangani kasus BLBI karena kasus itu terjadi sekitar 1999 (tidak berlaku surut). Saat ini, setelah Jaksa Urip Tri Gunawan tertangkap tangan kasus suap, KPK bisa menjadikannya pintu masuk.
Menurut JK, kasus BLBI yang melibatkan sejumlah obligor nakal memang agak rumit. Untuk menyelesaikannya, dibutuhkan langkah dan extraordinary. "NAh, yang memang memiliki kekuatan extraordinary itu adalah KPK. Karena mereka itu dilindungi oleh UU. Makanya, kalau memang sesuai hukum, sebaiknya diambil alih," tegas JK.
Baca Juga:
Lebih lanjut ditambahkan, kekuatan penanganan kasus hukum kepolisian dan kejaksaan hanya biasa-biasa saja. mereka tidak bisa melakukan sejumlah langkah penyelidikan seperti melakukan penyitaan setiap saat, atau melakukan penyadapan sebagaimana yang kerap dan mampu dilakukan oleh KPK. JK berpendapat, seharusnya kasus ini sudah diambil alih sejak beberapa waktu lalu oleh KPK.
Baca Juga:
JAKARTA - Pemerintah mendukung penuh langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan mengambil alih kasus Bantuan Likuiditas Bank indonesia
BERITA TERKAIT
- Resmikan Masjid Jakarta Garden City, Gubernur Pramono Berpesan Begini
- Kepala BKN Sebut 1.967 CPNS 2024 yang Mundur Aslinya Tidak Lulus
- BSMI Peringatkan Dunia Internasional, Jalur Gaza Masih Belum Aman
- Kemenag Dorong Transformasi Ekonomi Pesantren Melalui Inkubasi Wakaf Produktif
- Adinkes Dorong Pemanfaatan Dana Desa untuk Penuntasan Stunting
- Biaya Haji Indonesia Lebih Mahal dari Malaysia