Wapres KSPSI Tolak Ketentuan Upah Per Jam Masuk Omnibus Law

Wapres KSPSI Tolak Ketentuan Upah Per Jam Masuk Omnibus Law
Seorang buruh membawa poster penolakan terhadap Omnibus Law, saat aksi demonstrasi di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1). Foto : Fathra Nazrul Islam

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Presiden KSPSI R Abdullah tidak setuju andai RUU Omnibus Law klaster ketenagakerjaan memasukkan ketentuan upah per jam. Dia mengaku, akan menggerakkan massa untuk menolak ketentuan tersebut.

"Jalas, dong, kami tolak," kata Abdullah ditemui di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/2).

Menurut dia, ketentuan upah per jam hanya menguntungkan pengusaha. Ketentuan tersebut menunjukkan pemerintah tidak berpihak ke kaum buruh.

"Itu yang kami khawatirkan, dengan cara seperti itu orientasi pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan kapital dan pemodal dengan mengabaikan kesejahteraan pekerja, itu kami tolak," ucap dia.

Selain itu, kata dia, ketentuan jam kerja sudah diatur sesuai Konvensi milik Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO. Dalam konvensi itu disebutkan pekerja memiliki waktu tujuh jam kerja dalam sehari.

"Kami tahu UU sudah sesuai konvensi internasional. Konvensi ILO. Itu tujuh jam sehari, 40 jam seminggu. Saya pikir UU tujuh jam sehari 40 jam seminggu adalah universal. Kalau mau direvisi, mau tidak mau revisi konvensinya," timpal dia. (mg10/jpnn)

Wakil Presiden KSPSI R Abdullah tidak setuju andai RUU Omnibus Law klaster ketenagakerjaan memasukkan ketentuan upah per jam.


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News