Wayan Sudirta: Putusan MK soal UU Cipta Kerja Tak Memberikan Kepastian Hukum

Wayan Sudirta: Putusan MK soal UU Cipta Kerja Tak Memberikan Kepastian Hukum
Gedung Mahkamah Konstitusi. Ilustrasi. Foto: Natalia Laurens/JPNN

Namun, yang jelas putusan MK memerintahkan perubahan terhadap 2 UU yaitu UU Cipta Kerja sendiri dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

”Catatan kritis saya kepada pembentuk undang-undang adalah tidak etis kalau mengatakan pihak yang tidak sepakat dengan UU ini, ajukan yudisial riview ke MK. Simplifikasi seperti ini sangat tidak sehat,” paparnya.

Diskusi menghadirkan 6 Narasumber, Adiya Daswanta dari Universitas Indonesia menyatakan bahwa putusan MK layak diapresiasi karena membuka proses formil pembentukan UU Cipta kerja.

“Sebenarnya putusan MK tidak harus merubah UU tentang Pembentukan Peraturan Perundangan (P3),” jelas Adiya.

Sedangkan Albert Aries dari Universitas Trisakti berpendapat bahwa metode omnibus law merupakan wujud dari kebutuhan legislasi modern.

Pembicara lain, Darwin Botutihedari Universitas Islam Indonesia menyatakan bahwa putusan MK melahirkan banyak sekali penafsiran hukum di tengah masyarakat.

Sementara Sarip, narasumber dari Universitas Muhammadiyah Surakarta berpendapat bahwa UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih berlaku sesuai dengan tenggat waktu putusan MK.

Selanjutnya dari Universitas Pelita Harapan, Aria Suyudi, menyatakan bahwa proses perubahan UU Cipta Kerja harus dilaksanakan secara tertib prosedural dan dengan standar kepatuhan tinggi terhadap prinsip pembentukan peraturan perundangan yang ada untuk memastikan hasil yang optimal bagi rencana pemerintah untuk mewujudukan Indonesia yang adil dan makmur.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terhadap UU Cipta Kerja dari sudut positif, dapat dipresiasi. Namun putusan MK dari sisi kepastian hukum tidak mudah dimengerti.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News