Cerita Pentolan Alumni 212 soal Politisasi Agama di Era Jokowi

Cerita Pentolan Alumni 212 soal Politisasi Agama di Era Jokowi
Massa aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Minggu. Foto: Elfany Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (PA) 212 Bernardus Abdul Jabbar mengatakan, politik dalam Islam merupakan keniscayaan yang merupakan sebagian dari ajaran agama Islam. Karena itu, antara agama dan politik tidak bisa dipisahkan.

"Rasulullah membangun kekuatan umat itu juga dengan politik. Jadi, salah besar kalau ada yang mengatakan, pisahkan antara agama dan politik. Tapi kalau menjadikan agama sebagai upaya politisasi, ini yang tidak dibenarkan," ujar Abdul Jabbar pada diskusi mengangkat tema 'Politisasi Agama Era Jokowi?' yang digelar Seknas Prabowo-Sandi di Jakarta, Selasa (19/2).

BACA JUGA: Munajat 212 Bakal Digelar di Monas, Kapitra: Memangnya Mau Minta Hujan

Abdul Jabbar mencontohkan saat umat Islam beribadah harus menghadap ke kiblat, bukan menghadap ke kamera. "Ini ada yang politisasi kalau salat menghadap kamera. Bahkan ada imam cadangan. Ini tidak dibolehkan," ucapnya.

Contoh lain, calon presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu disebut ditolak saat hendak melaksanakan salat Jumat di salah satu masjid di Semarang, karena dikhawatirkan bakal bermuatan politis.

Namun, kekhawatiran itu tak terbukti. Capres nomor urut 02 tetap melaksanakan salat Jumat di Masjid Agung Kauman, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (15/2) lalu.

"Ketika Pak Prabowo mau salat Jumat ditolak, apakah ini bukan bagian politisasi agama? Jadi, mempolitisasi agama tidak dibenarkan dalam ajaran Islam," ucapnya.

BACA JUGA: Polda Jateng Beri Waktu Tiga Hari kepada Ketum PA 212

Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (PA) 212 Bernardus Abdul Jabbar mengklaim banyak contoh politisasi agama di era Jokowi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News