10 Hoaks soal UU Ciptaker yang Bikin Buruh Terprovokasi

10 Hoaks soal UU Ciptaker yang Bikin Buruh Terprovokasi
Seorang buruh membawa poster penolakan terhadap Omnibus law cipta kerja. Foto : Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

Ketentuan dalam Pasal 151 Bab IV Undang Undang Ciptaker memberikan mandat, pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja mengupayakan tidak terjadi PHK.

Bila akan melakukan PHK, ketentuannya diatur dengan tahap yang jelas. Harus melalui pemberitahuan ke pekerja, perlu ada perundingan bipartid dan mekanisme penyelesaian hubungan industrial.

“Jadi, tidak sertamerta langsung bisa PHK,” ucapnya.

Said juga mengatakan, Pasal 153 Bab IV UU Ciptaker mengatur pelarangan PHK dikarenakan beberapa hal. Yaitu, berhalangan kerja karena sakit berturut turut selama 1 tahun, menjalankan ibadah karena diperintahkan agamanya, menikah, hamil, keguguran kandungan dan menyusui.

Kemudian, memiliki pertalian darah dengan pekerja lain di satu perusahaan, menjadi anggota serikat pekerja, mengadukan pengusaha kepada polisi karena yang bersangkutan melakukan tindak kejahatan, berbeda agama, jenis kelamin, suku, aliran politik, kondisi fisik, keadaaan cacat karena sakit atau akibat kecelakaan.

Pasal 154 Bab IV UU Ciptaker mengatur PHK hanya boleh karena penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan perusahaan.

Kemudian, perusahaan melakukan efisiensi, perusahaan tutup karena kerugian, perusahaan tutup karena force majeure, penundaan kewajiban pembayaran utang, perusahaan pailit, perusahaan merugikan pekerja.

Pekerja melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, pekerja ditahan oleh pihak berwajib, pekerja sakit berkepanjangan lebih dari 1 tahun.

Said Abdullah menyebut ada sepuluh hoaks tentang UU Cipta Kerja yang memprovokasi buruh. Berikut penjelasannya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News