8 Warga Surabaya Hilang di Turki, Ini Langkah Rismaharini

8 Warga Surabaya Hilang di Turki, Ini Langkah Rismaharini
Wali Kota Tri Rismaharini. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - SURABAYA - Dari 16 warga negara Indonesia (WNI) yang hilang di Turki pada Februari 2015, delapan di antaranya dari Surabaya.

Mereka diduga ikut bergabung dengan Islamic State of Iraq-Syiria (ISIS). Pemkot Surabaya pun membentuk tim investigasi dengan berkoordinasi dengan kepolisian.
    
Delapan warga tersebut adalah satu keluarga yang terdiri dari enam warga Kelurahan Pacar Kembang, Rt 7/Rw 2, Kecamatan Tambaksari. Yaitu, Jusman Ary Sandy (suami), Ulin Isnuri (istri), Urayna Afra, 17; Dayyan Akhtar, 7; Aura Kordova, 9; dan Humaira Hafshah, 1.

Sedangkan, satu orang merupakan warga Kelurahan Ampel, Rt 1/Rw 2 Kecamatan Semampir, yaitu Utsman Mahdamy (suami). Dan satu orang lagi warga Kecamatan Pabean Cantikan, yaitu Salim Muhamad Attamimi.
    
Wali Kota Tri Rismaharini mengatakan, awalnya informasi yang diterima pemkot ada sepuluh warga. Namun, saat tim pemkot menelusuri data tersebut ke lapangan, dipastikan hanya delapan orang yang meurpakan warga Surabaya.

"Informasi itu langsung kami tindak lanjuti. Bukan sepuluh, tapi delapan orang. Ada data nama anak dan perempuan, tapi saat dikroscek, keduanya tidak ada di database kependudukan," ungkap Risma kemarin.
    
Risma mengaku hasil penelusuran pemkot, hanya satu keluarga yang terdiri dari enam orang yang benar asli Surabaya. Sedangkan, dua keluarga lainnya sudah lama meninggalkan Surabaya sejak Desember 2015.

"Kami juga sempat tanya ke salah satu keluarga warga yang hilang. Sebenarnya keluarga besar tidak setuju pergi ke Turki," katanya.
    
Adanya dugaan delapan warga Surabaya masuk ke jaringan islam radikal, membuat Risma lebih waspada terhadap gerakan tersebut. Pemkot pun telah melakukan koordinasi dengan kepolisian terkait hal itu. Dia juga menghimbau kepada masyarakat agar tidak tergoda dengan tawaran masuk ISIS dengan alasan jihad.

"Sekarang kami akan terus sosialisasikan di setiap kegiatan. Tetangga dan keluarga saling peduli dan mengingatkan. Jihad itu tidak mesti seperti itu. Banyak cara jihad yang lain, termasuk membantu warga miskin dan mencerdaskan anak bangsa," ujar dia.
    
Sementara hasil penelusuran Jawa Pos, rumah keluarga Jusman di Kelurahan Pacar Kembang, Kecamatan Tambaksari terlihat sepi kemarin (8/3). Rumah tersebut berada di perkampungan Jalan Kedung Sloko VII.

Sekilas, rumah itu seperti tidak dihuni bertahun-tahun. Seluruh pintu dan jendela yang sudah lapuk itu tertutup rapat. Cat tembok pun sudah tak jelas warnanya dan sebagian sudah mengelupas.
    
Mulyadi, salah seorang tetangga Jusman, mengaku, sejak dua minggu yang lalu, dia tidak pernah bertemu keluarga Jusman. Saat itu, terakhir bertemu dan berkomunikasi saat salat Jumat di Masjid Al-Kautsar di dekat rumah.

Setelah itu, Jusman dan keluarganya tidak pernah muncul. "Saya tidak tahu mereka kemana. Orangnya tidak pernah terbuka kalau urusan pribadi," kata dia.
    
Menurut dia, keseharian Jusman dan keluarganya normal seperti keluarga pada umumnya. Meskipun, rumah mereka terus tertutup, Jusman dan keluarganya terlihat baik. Beberapa kali ada kegiatan warga, seperti kerja bakti, Jusman ikut berpartisipasi. Bahkan, Jusman juga sering menjadi imam di langgar Al-Kautsar.
    
Sedangkan, istri Jusman, Ulin juga sering keluar jika berbelanja dan kerap menyapa tetangga jika berpapasan. Namun, setelah itu, keluarga tersebut lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. "Selama ini, kami tidak pernah berkunjung di rumahnya. Karena, rumahnya tertutup," jelas pria 56 tahun itu.
    
Rumah yang kini ditempati Jusman merupakan rumah warisan ibu dari Ulin. Rumah tersebut baru dihuni Jasmin dan keluarganya sejak 13 tahun yang lalu. Kakak dari Ulin sendiri tinggal di samping rumah Jusman berdempetan dengan rumah Mulyadi. Namun, saudara Ulin saat itu tidak berada di rumah sejak Sabtu (7/3).
    
Mulyadi mengaku, selama menjadi tetangga Jusman, keluarga tersebut bertingkah laku sangat wajar. Meskipun jarang bergaul dengan tetangga, dia tidak mencurigai apapun tentang Jusman. Setiap hari, Jusman berangkat kerja biasa dan pulang ketika sore. Tetapi, waktunya tidak tentu.

SURABAYA - Dari 16 warga negara Indonesia (WNI) yang hilang di Turki pada Februari 2015, delapan di antaranya dari Surabaya. Mereka diduga ikut bergabung

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News