94 vs 72

Oleh Dahlan Iskan

94 vs 72
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Namun sebenarnya Mahathir tidak marah kalau dilakukan langkah bunglon. Tujuannya sama: menendang Anwar.

Ia lebih setuju kalau anggota DPR dari UMNO itu bergabung ke Mahathir tanpa membawa bendera UMNO. Mereka harus keluar dulu dari UMNO --membawa kursinya ke Partai Pribumi.

Mahathir juga sudah menghitung: banyak yang mau dengan cara seperti itu.

Maka daripada terikat pada janji dua bulan lagi dan daripada tersandera oleh UMNO Mahathir bikin langkah skak-mat: mengundurkan diri. Termasuk dari jabatan ketua umum partainya sendiri.

Mahathir sudah berhitung: ia pasti ditunjuk sebagai perdana menteri sementara --tanpa didampingi menteri. Semua menteri ikut berakhir masa jabatan mereka.

Sebagai penguasa tunggal itu Mahathir bisa berdagang politik lebih leluasa. Mahathir sudah biasa menjegal siapa saja: dulu Mahathir-lah yang mengangkat Anwar sebagai wakil perdana menteri sekaligus calon penggantinya --lalu ia pecat dan penjarakan.

Alasan waktu itu: Anwar dianggap lemah terhadap IMF. Anwar memilih menyerah ke IMF untuk mengatasi krisis moneter 1998. Sedang Mahathir anti-IMF --dan terbukti Mahathir yang benar.

Mahathir pula yang di balik kejatuhan perdana menteri penggantinya, Pak Lah (Abdullah Badawi) karena dianggap sangat lemah menghadapi Singapura. Mahathir menghendaki Perdana Menteri Malaysia yang kuat dan agresif seperti anak muda bernama Najib Razak.

Apa boleh buat. Demi mengalahkan musuh, musuhnya musuh pun bisa diajak menjadi teman --meski musuhnya musuh itu juga musuhnya sendiri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News