ALAMAK! Makan Sahur ala Kadarnya, Gelap Gulita Pula

ALAMAK! Makan Sahur ala Kadarnya, Gelap Gulita Pula
Warga korban gelombang pasang pesisir pantai Ampenan, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berada di tenda pengungsian dengan segala keterbatasan. FOTO: Lombok Post/JPNN.com

Risiko apapun tetap dihadapi. Termasuk rumah yang porak-poranda karena diterpa gelombang.

“Kami nggak punya rumah atau tanah. Mau pindah ke mana? Kami juga hanya bisa melaut mencari ikan. Jadi kami tetap bertahan tinggal di sini,” kata Putradi, salah seorang nelayan seperti dilansir Lombok Post (JPNN Group).

Ironis memang, mendengar pengakuan warga asli Mataram yang tidak punya tanah di tanah kelahirannya. Bahkan, lebih dari itu dengan kondisi gelombang yang masih cukup besar, warga sudah beberapa hari kehilangan pekerjaan.

Para nelayan ini tidak bisa melaut. Mereka pun harus diungsikan tidur di tenda karena rumah mereka tidak memungkinkan untuk ditempati.

Akibatnya, hari pertama puasa kemarin, sejumlah keluarga di Bagek Kembar terpaksa menjalankan semua aktivitasnya di tenda pengungsian. Mulai dari tidur hingga makan sahur.

“Ombak tadi malam besar sekali. Dari jam 10 malam sampai waktu sahur itu kami juga nggak bisa tenang tidur,” tutur Mahni, salah seorang warga yang mengungsi.

Di tengah ombak besar, ia bersama ibu rumah tangga lainnya harus mempersiapkan menu sahur untuk keluarga mereka. Keterbatasan sarana penerangan membuat mereka mau tidak mau harus bisa memasak dan makan sahur dalam kondisi gelap gulita. Hanya berbekal senter kecil, Mahni dan warga lainnya menyantap menu ala kadarnya untuk sahur.

“Hanya ada sayur komak dan kacang panjang jadi lauk santapan sahur anak-anak. Nggak ada ikan atau yang lain. Tapi kami bersyukur masih ada simpanan beras hasil berutang. Nggak tahu besok kalau beras ini habis,” ungkap Mahni.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News