Amran Bisa Mengubah Indonesia Negara Importir jadi Eksportir

Amran Bisa Mengubah Indonesia Negara Importir jadi Eksportir
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Foto: Fajar

“Masa sih menir masih diimpor, Kan di dalam negeri banyak- buat apa impor? Ini sih kurang logis. Saya yakin Pemerintah akan mendalaminya, tidak tinggal diam. Pasti dirumuskan dan dievaluasi mengenai importasi beras olahan dan produk olahan pangan lainnya mengingat kemampuan produksi gabah petani sekarang sangat besar. Makanya kita ekspor,” ujarnya

Dia menjelaskan bahwa sebagai bangsa besar, orang Indonesia itu harus saling mendukung. "Kita dirahmati Tuhan berada di bawah khatulistwa dengan dua musim. Negara lain di dunia tidak menikmatinya. Sayangnya mungkin kita sering lupa menikmati pemberian Tuhan itu sehingga sejak dulu jadi negara konsumtif oleh negara kompetitor kita. Buktinya tanah subur kita biarkan mangkrak karena malas. Akibatnya kita serba importasi bahan pangan, padahal sebelumnya, ketika kelompencapir para petani diaktifkan di era Presiden Soeharto, kita berhasil swasembada beras, bahkan lumbung Beras Asean pada tahun 1984," ujarnya.

“Kalau diingat-ingat, penyakit importasi pangan ini mulai terasa sejak Kabinet Pembangunan III rezim Orde Baru Presiden Soeharto- Sodharmono. Lalu merembet ke era reformasi hingga awal Kepemimpinan Presiden Jokowi-JK tahun 2014. Bahwa kita dicap negara net importasi bahan pangan mulai dari Beras, Jagung, Cabai, Bawang Merah-putih, Kedelai, sayur- mayur dan buah- buahan hingga non pangan. Untuk beras, di era Presiden SBY, kita sempat melas-melas ke Thailand dan Vietnam supaya kita dikasih beras. Bayangkan itu. Kita menggerus devisa negara ratusan triliun tiap tahun hanya untuk perut-buah dari malas turun ke sawah, pemerintah zaman itu pat-gulipat. Asing mempermainkan kita dalam hal impor beras ini, karen negara konsumtif,” imbuh Oloan.


Dia mengatakan pernah diajak seorang menteri era Presiden SBY ke Thailand. Waktu itu si menteri mau negosiasi dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian Thailand. "Waktu itu mau impor beras. Pertemuannya di salah satu hotel di Hua Hin Beac Thaliand. Saat itu sang Menteri teman saya- terkaget- kaget dalam pertemuan itu. Bahwa Menteri Thailand itu katanya menaikkan harganya dari kesepakatan awal. Hati saya ngenes mendengarnya. Itu sangat ironis. Saya bergumam. Alangkah bobroknya negeri saya kalau sampai impor beras ini gagal. Rakyat akan kelaparan di tengah merdunya dendang Koes Ploes : orang bilang- tanah kita -tanah sorga,” tuturnya mengisahkan perjalanan Indonesia mencari makan buat rakyatnya akibat malas turun ke sawah dan pemerintah kurang membinanya.

Untuk itukah lanjutnya, di tengah semangat juang yang tengah mendidih Mentan dan the dream team saat ini, dia meminta semua pihak mendukungnya dengan sepenuh hati.

“Bila masih ada yang kurang-itu sudah pasti, Mana ada manusia yang sempurna. Yang sempurna itu hanya para Malaikat dan Allah Subhana Huwataala. Juga perlu dicatat, pada musim kemarau panjang tahun 2017, Indonesia nihil importasi bahan pangan. Kita tidak paceklik. Bahkan tahun 2016 lalu, capaian kinerja sektor pertanian cukup lumayan meski di tengah musim La- Nina, juga tahun 2015 saat El-Nino 2015, kita mampu melakukan swasembada beras, nihil importasi beras dan bahan pangan lainnya,” paparnya.

Dia juga mengetahui bahwa Presiden Jokowi meminta Amran berjuang mati-matian sesuai jargon 'kerja', demi memecahkan rekor nihil impor pangan sejak dilantik jadi Mentan hingga sekarang.

"Buktinya Pak Amran bisa mengejawantahkan amanat itu. Beliau bisa membalikkan situasi 360 derajat menjadikan kita negara eksportir. Jangan- jangan Pak Amran sudah haramkan impor komoditas pangan sehingga beliau sehari di Desa ini- sehari lagi di Desa anu dan keluar- masuk Desa. Tidak seperti Mentan- mentan sebelumnya melek di atas kursi goyang di ruang ber-AC. Ini realitas yang harus kita jempol,” tambah anak kolong yang gemar bertani ini.

Pengamat masalah sektor pertanian Oloan Mulia Siregar bicara soal Kementan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News