Analisis Profesor Penulis 'Palu Arit di Ladang Tebu' soal Rusuh 21-22 Mei

Analisis Profesor Penulis 'Palu Arit di Ladang Tebu' soal Rusuh 21-22 Mei
Massa Aksi 22 Mei 2019 membakar bus milik Polri. Foto: Dery Ridwansah/JawaPos.com

Baca juga: Kena Pepet Brimob dengan Tameng, Demonstran di Bawaslu Malah Berterima Kasih

Menurut Kikiek, ada kesamaan pola dalam rusuh 21-22 Mei 2019 dengan peristiwa Malari 1974 dan Mei 1998. Yakni ada pihak yang menggunakan cara-cara jalanan sebagai pemicu dampak politik yang lebih besar.

"Cara jalanan ini dibuat supaya ada trigger untuk punya dampak politis lebih besar. Pada kasus yang sekarang ini yang terjadi adalah pengondisian lingkungan politis dari awal, pemilu curang, ini itulah, segala macam, terutama dengan hoaks,” katanya.

Karena itu Kikiek juga menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan langkah tepat karena menetapkan hasil Pemilu 2019 maju dari rencana semula pada 22 Mei 2019. Sebab, keputusan menetapkan hasil pemilu pada 21 Mei 2019 dini hari itu menguntungkan dari segi keamanan.

"Kalau sesuai setting pertama 22 Mei pasti meledak, lebih besar, akan lebih besar kerusuhannya," ucap Kikiek.(tan/jpnn)


Prof Hermawan Sulistyo menyatakan, ada kesamaan pola dalam rusuh 21-22 Mei 2019 dengan peristiwa Mei 1998 dan Malari 1974.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News