Arab Yahudi

Oleh: Dahlan Iskan

Arab Yahudi
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Mobil pun dijalankan. Lalu masuk stasiun pompa bensin. Dari lirikannya saya paham: harus bayar. Saya pikir bayar 100 dulu. Yang penting bensin terisi. Ternyata ia minta lunas.

Langsung saya lunasi. Untuk apa baku kata. Andai ditipu pun hanya 300 riyal. Bukan 1000.

Dengan uang itu ia pun isi bensin. Saya buang amoniak. Lega. Tadi pagi terlalu banyak minum.

Begitulah kebiasaan saya bangun tidur: minum air hangat setengah liter. Lalu minum obat. Lalu melaksanakan ritual pagi. Setelah itu minum lagi setengah liter. Olahraga.

Pagi ini olahraga saya jalan kaki ke terminal 30 menit.

Selesai buang amoniak, ia sudah tidak terlihat di pompa bensin lagi. Saya jelalatan sapu pandang ke sekitar: oh ia di sana. Di depan bengkel. Kap mobilnya lagi dibuka.

Ia terlihat mengutak-atik mesin. Lalu ambil selang udara. Ia semprot semua bagian mesin. Debu berterbangan. Mesin pun bersih.

Sebagian debu pindah ke pakaiannya. Ia semprot pakaian itu dengan selang udara.

Saya berterima kasih ada orang sepintar itu. Sudah seperti Yahudi, bahkan saya sulit berpendapat pintar mana Arab dan Yahudi. Dalam hal berdagang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News