Arogan, Pacar Kita Kabur

Arogan, Pacar Kita Kabur
Kasandra A Putranto. Foto: Ist for JPNN

Namun, seiring waktu dan makin besarnya perusahaan, tanggung jawab kepada konsumen tampaknya makin berkurang. Rekrutmen dan pembinaan SDM yang ada gagal menyaring profil yang sesuai dengan standar awal Blue Bird yang dahulu sangat kita banggakan.

Hal ini semakin dipersulit oleh sistem dan manajemen yang kurang sigap mengantisipasi potensi kerusakan yang terjadi akibat pilihan berdemo karena lebih berorientasi profit. 

Perusahaan tidak melihat SDM sebagai investasi dan aset yang harus dijaga. Armada diperbanyak, yang tidak diimbangi dengan proses rekrutmen dan pembinaan SDM. Akibatnya, di dalam perusahaan taksi biru terdapat dua kelompok sopir. Sopir dengan karakter individual ‎yang profesional dan kelompok sopir dengan karakter individual kurang baik.

Ini nyata kita lihat saat Selasa (22/3), ada kelompok taksi biru yang dengan arogannya menghadang temannya sendiri (sesama taksi biru) untuk tidak bekerja. Bahkan yang sedang melayani penumpang pun dengan kekerasan memaksa penumpang turun dari kendaraan. Ini tindakan yang menunjukkan penyimpangan individual dan merusak image taksi biru.

‎Tapi kemudian taksi biru ini memberikan layanan gratis 1x24 jam, apakah tidak ada sisi positifnya?

Upaya ini tentu perlu dihargai, tetapi masalahnya tindakan koreksional ini tidak cukup mampu memperbaiki situasi yang sudah terlanjur hancur. Konsumen masih trauma dengan perilaku brutal mereka sehari sebelumnya. Dan semua pengemudi identitas biru terkena imbasnya.

Apalagi layanan gratis tersebut tetap tidak didukung oleh aplikasi yang hebat. Kemarin (23/3), konsumen yang ‎melakukan orderan by phone maupun aplikasi banyak gagal order.

Akibatnya konsumen menjadi semakin tidak puas. Persepsi konsumen yang menilai taksi biru sebagai taksi nyaman, aman, wangi, layanan prima pun pupus seketika akibat tragedi sehari.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News