AS dan Jepang Bentuk Satgas Pemberantasan Kerja Paksa, China Jadi Sasaran?

AS dan Jepang Bentuk Satgas Pemberantasan Kerja Paksa, China Jadi Sasaran?
Para petani memanen buah blewah Jiashi di lahan yang berlokasi di Wilayah Jiashi, Kashgar, Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut, pada 11 Agustus 2019. Foto: Xinhua/Ding Lei

jpnn.com, WASHINGTON DC - Amerika Serikat dan Jepang pada Jumat (6/1) sepakat untuk mempercepat upaya menangani kerja paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya dalam rantai pasokan melalui peluncuran satuan tugas (satgas) antara pemerintah kedua negara.

Satgas --yang diketuai bersama oleh Kantor Perwakilan Dagang AS dan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang-- diharapkan berfungsi sebagai platform untuk berbagi informasi antara kedua negara dan memfasilitasi dialog dengan dunia bisnis saat Amerika Serikat terus bergerak untuk menindak kasus kerja paksa di China.

Undang-undang AS yang secara luas melarang impor dari wilayah Xinjiang China telah menimbulkan tantangan baru bagi rantai pasokan.

Washington meyakini bahwa warga minoritas Muslim Uighur di Xinjiang menjadi sasaran kerja paksa.

Wilayah Xinjiang merupakan daerah penghasil kapas utama dan pemasok utama panel surya.

Perwakilan Dagang AS Katherine Tai menyambut baik penandatanganan memorandum mengenai masalah kerja paksa dan menyebutnya sebagai "hasil nyata" dari kemitraan perdagangan AS dan Jepang.

Menteri perdagangan Jepang Yasutoshi Nishimura mengatakan pada acara penandatanganan memorandum itu bahwa pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai pasokan "benar-benar tidak dapat ditolerir".

Dia berharap satgas tersebut akan membantu perusahaan Jepang dan AS lebih aktif terlibat dalam upaya menegakkan hak asasi manusia melalui peningkatan "prediktabilitas" untuk bisnis.

Undang-undang Amerika Serikat yang secara luas melarang impor dari wilayah Xinjiang China telah menimbulkan tantangan baru bagi rantai pasokan.

Sumber Antara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News