Astaga, Ratusan Bocah Dipaksa Jadi Bintang Film Dewasa

Astaga, Ratusan Bocah Dipaksa Jadi Bintang Film Dewasa
ilustrasi

jpnn.com - LAHORE - Skandal pelecehan seksual terhadap anak-anak mengegerkan Pakistan. Kejahatan seksual ini merupakan terbesar sepanjang sejarah di Pakistan. Sebab, melibatkan bocah perempuan dalam jumlah fantastis yakni mencapai 280 anak di bawah umur.  

Hingga Senin (10/8) kemarin, polisi baru menangkap tujuh pelaku. Padahal, pengacara para korban menyebutkan bahwa pelakunya adalah kelompok penjahat yang beranggota lebih dari 25 orang.
  
Latif Ahmed Sara, pengacara para korban, menuding kepolisian melindungi para pelaku. Itulah yang mengakibatkan lambannya penanganan kasus tersebut. Sejauh ini baru beberapa pelaku yang ditangkap.

Padahal, orang tua korban sudah lama melapor. Kasus tersebut baru ditangani minggu lalu setelah lebih dari 20 orang terluka akibat keluarga korban bentrok dengan polisi di Kota Kasur. Mereka tidak bisa menerima karena kasus yang mereka laporkan tidak kunjung ditangani.
  
"Kepolisian melindungi para penjahat. Polisi mendukung dan menyediakan waktu bagi para pelaku untuk keluar dari sini," ujar Sara.
  
Pengacara sekaligus aktivis itu menjelaskan, pelaku merekam adegan seksual terhadap anak-anak tersebut dengan kamera tersembunyi. Ada ratusan video yang mereka produksi. Mayoritas korban merupakan anak berusia kurang dari 14 tahun. Video-video itu dipakai para pelaku untuk melakukan pemerasan dengan mengirimkannya kepada orang tua korban. 

Ada pula yang dimanfaatkan untuk mengancam korban sehingga anak tersebut terus dilecehkan selama bertahun-tahun. Jika uang perasan tidak dibayarkan, pelaku mengancam menjual klip video pelecehan itu kepada penduduk lokal seharga PKR 40 (Rp 5 ribu) per keping.
  
"Mereka membuat video dengan anak lelaki saya di dalamnya pada 2011. Sejak itu kami membayar sejumlah uang kepada para pemeras tersebut. Saya telah melihat video tersebut dan itu sangat menjijikkan," ungkap ibu dari salah seorang korban yang tidak mau namanya disebutkan.
  
Kasus tersebut memang berlangsung cukup lama karena salah satu video yang disita polisi tertanggal tahun 2007. Mungkin saja kepolisian sengaja menutup-nutupi kasus itu lantaran alasan politis. Kejahatan seksual tersebut berlangsung di Desa Hussain Khan Wala, Lahore. Desa itu merupakan basis Partai Liga-N Muslim Pakistan (PML-N). Namun, tudingan tersebut langsung ditepis kepolisian.
  
"Tidak ada motif politis dalam penyelidikan yang tengah kami lakukan. Kami memiliki 30 video. Salah satunya menunjukkan 6 korban dan ada 7 pelaku yang terlibat. Kami sudah menahan tujuh orang tersebut," tegas pejabat Kepolisian Distrik Hussain Khan Wala Rai Babar Saeed. Menurut dia, saat ini penyelidik masih menganalisis video sisanya untuk mencari pelaku yang masih berkeliaran.
  
Kepala Menteri (setara Gubernur, Red) Provinsi Punjab Shahbaz Sharif telah memerintahkan penyelidikan dilakukan secara independen. Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif juga berjanji menindak tegas seluruh pelaku yang bertanggung jawab atas kejadian memilukan tersebut.
  
Di tempat terpisah, aktivis yang memerangi kejahatan seksual terhadap anak menuturkan bahwa kasus itu mungkin hanya pucuk dari sebuah gunung es. Sebab, sejatinya banyak kasus serupa yang terjadi di Pakistan. Tahun lalu ada 3.500 laporan kasus pelecehan seksual. Bila dirata-rata, per hari ada 10 korban. Jumlah tersebut masih kecil. Sebab, mayoritas korban lebih memilih untuk bungkam karena malu. Jumlah sebenarnya bisa mencapai 10 ribu kasus.
  
"Sangat sedikit yang melapor. Korban dan keluarganya malu mengungkapkan pelecehan seksual pelaku lantaran adanya hambatan budaya, agama, dan sosial," ungkap Aktivis Perlindungan Anak dari Lembaga Sahil Mumtaz Hussain. Kehormatan keluarga sangat penting di lingkungan masyarakat Pakistan. Terlibat dalam kasus pelecehan seksual tentu bakal mempermalukan keluarga. (AFP/BBC/sha/c14/ami)

LAHORE - Skandal pelecehan seksual terhadap anak-anak mengegerkan Pakistan. Kejahatan seksual ini merupakan terbesar sepanjang sejarah di Pakistan.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News