Aturan Soal Verifikasi Parpol Dinilai Diskriminatif

Aturan Soal Verifikasi Parpol Dinilai Diskriminatif
Bendera Perindo. Foto: Perindo

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Partai Perindo Ricky Margono menyatakan kewajiban verifikasi harus berlaku sama terhadap seluruh partai politik calon peserta Pemilu 2019. Tidak bisa parpol tertentu dibebaskan dari ketentuan tersebut, hanya dengan alasan sudah tercatat sebagai peserta Pemilu 2014 lalu.

Menurutnya, kebijakan yang diatur pada Pasal 173 ayat 3 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu tersebut patut diduga bersifat diskriminatif. Karena itu, LBH Perindo mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.

“Dalam pemilu sebagai pesta demokrasi harus ada perlakuan yang sama di mata hukum, yaitu verifikasi untuk semua parpol. Jangan sampai dalam satu kontestasi yang besar ada pembedaan perlakuan,” ujar Ricky di Jakarta, Rabu (25/10).

Ricky menegaskan, uji materi yang mereka lakukan terhadap ketentuan dalam UU Pemilu tersebut merupakan perjuangan untuk menegakkan keadilan. Bukan demi kepentingan satu-dua partai tertentu, misalnya Perindo yang diketahui telah mendaftar sebagai calon peserta pemilu ke KPU, beberapa waktu lalu.

“Perindo justru siap untuk diverifikasi. Jadi tujuan uji materi ini adalah Perindo mengajak negeri ini untuk berlaku adil,” ucapnya.

Di tempat yang sama, Ketua Bidang Hukum dan HAM Partai Perindo Christophorus Taufik menyatakan, untuk menghadapi sidang MK dalam waktu dekat, pihaknya telah menyiapkan tiga ahli dan 15 saksi fakta.

“Saksi ahli diharapkan akan mencerahkan, bahwa pendaftaran partai politik peserta pemilu dan proses verifikasi oleh KPU adalah satu kesatuan. Kami hadirkan ahli untuk membuka wawasan bahwa memang ada perbaikan rumusan pasal yang harus dilakukan terhadap UU ini," kata Christophorus.

Menurut Christophorus dinamika yang berkembang saat ini tidak bisa dinafikan karena sudah berbeda dengan kondisi Pemilu 2014 lalu. Misalnya dari segi wilayah, jumlah provinsi di Indonesia telah bertambah dari 33 menjadi 34 provinsi. artinya, penambahan daerah otonomi pasti perlu diikuti penambahan struktur kepengurusan partai.(gir/jpnn)


Kebijakan yang diatur pada Pasal 173 ayat 3 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu tersebut patut diduga bersifat diskriminatif.


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News