Bang Foke Memang Pintar

Bang Foke Memang Pintar
Bang Foke Memang Pintar

jpnn.com - SAYA tidak tahu persis, apakah Gubernur DKI Fauzi Bowo itu doyan minum “Tolak Angin” atau tidak? Karena ada jargon iklan popular yang mengaitkan “Orang Pintar” dan “Minum Tolak Angin.” Tapi, dalam kasus pembatalan “Pajak Warteg” (baca: pajak restoran kecil, red) yang beromzet di bawah Rp 200 juta, yang semestinya berlaku per Januari 2012 itu, dia cukup lihai.

Penundaan kedua soal pajak warteg. Dia cerdik membaca sinyal-sinyal penolakan di arus bawah yang mulai bergemuruh. Dia hebat mengantisipasi berdampak pada citra sebagai Cagub 2012 yang signifikan. Dia mampu meneropong, bahwa isu itu jika dikembangkan maka dirinya makin tidak popular. Bisa-bisa menggerogoti indeks kepuasan publik yang saat ini belum terlalu nendang.

Tiba-tiba seperti menelan ludah sendiri, Foke mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) No 16 Tahun 2012 tentang Penundaan Pemungutan Pajak Restoran Jenis Usaha Warung, Kantin dan Kafetaria tertanggal 24 Februari 2012. Ide yang cukup strategis buat mengobati kekesalan massa bawah. Penundaan ini sudah kali kedua, diputuskan Fauzi Bowo sejak Perda No 11 Tahun 2011, sebagai pengganti Perda No 8 Tahun 2003 tentang Pajak Restoran.

Pada Januari 2011 lalu, Perda No 11 itu sudah ditunda, sampai awal Januari 2012, setelah dirasa cukup sosialisasi kepada usaha restoran. Perda ini berlaku bagi warteg, kantin dan kafetaria yang memiliki omset Rp 200 juta per tahun atau Rp 16,6 juta per bulan atau Rp 550 ribu per hari. Siapa yang melawan? Ikatan Keluarga Besar Tegal (IKBT) yang membawahi 5.000-an pedagang warteg di DKI.

:TERKAIT Mereka menolak keras. Kebijakan itu dinilai membunuh secara massal dan sistematis pada UKM sekelas warteg. Foke pun buru-buru, menganulir kebijakan ini. Sekali lagi, pintar! Sikap berubah 180 derajat, dalam kurun waktu satu bulan itu cukup berani! Minggu pertama Februari 2012 lalu, Foke dan Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Iwan Setiawandi, menegaskan setegas-tegasnya, atas dasar Perda No 11 Tahun 2011, di wilayah hukum DKI, wajib dipungut pajak.

Hukumnya wajib! Warteg –warung tegal--, kantin, jasa boga, catering, sampai tenda orange HIK (Hidangan Istimewa Kampung, red), tak terkecuali, semua kena pajak! Pintar itu tidak harus konsisten, tidak harus berprinsip “Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pelabuhan.” Pintar juga tidak harus “bisa dipegang omongannya”, tetapi lebih fleksibel, lentur, tidak kaku. Ibarat swing, bisa ke kanan dan ke kiri, dengan sama indahnya. Yang penting everybody happy. Pintar itu paling bisa membaca momentum.

Di zaman yang mengakomodasi pro dan kontra ini, definisi “orang pintar” mengalami degradasi rasa. Pintar dipandang dari goal dan final ke tujuannya. Kalau bisa menggapai koordinat tujuan itu, apapun metodenya, bagaimanapun caranya, itu sudah masuk kategori “pintar.” Mengapa kebijakan membatalkan pajak warteg itu pintar? Pertama, Foke terhindar dari tudingan tidak pro orang kecil, tidak pro rakyat, tidak peduli nasib dan kesulitan pedagang warteg yang jumlahnya puluhan ribu di Ibu Kota.

Padahal mereka itu pemilih potensial. Kedua, seperti yang pernah saya tulis di INDOPOS, 3 Februari 2012 lalu, ini adalah bagian dari cara “menakut-nakuti” calon pemilih dengan pajak warteg. Model yang amat taktis dan efektif untuk menaikkan bargaining. Biarkan publik panik dulu, biarkan pro dan kontra berkembang liar, pada saat mendekati pilkada, dia tampil sebagai pahlawan, dan membebas pajak ini.

SAYA tidak tahu persis, apakah Gubernur DKI Fauzi Bowo itu doyan minum “Tolak Angin” atau tidak? Karena ada jargon iklan popular yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News