Bangsa Besar versus Cabai

Bangsa Besar versus Cabai
Bangsa Besar versus Cabai
ISTRI saya berkata bahwa menjelang bulan puasa dan lebaran, harga-harga kebutuhan pokok pasti meriang. Naik. Itu pengalaman empirik ibu rumahtangga se Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Tidak perlu diperdebatkan. Selalu saja hukum pasar mengaminkannya, ketika arus permintaan menaik maka harga menaik pula.

Istri saya berkata bahwa sejak Juni lalu sebenarnya harga kebutuhan pokok sudah telanjur naik karena didorong isu kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang ramai di media massa. Lucunya, pemerintah tersentak dan kemudian meninjau ulang TDL. Tapi, oh, harga-harga sudah duluan naik. Selalu begitu. Selalu pemerintah suka terlambat.

Kaum ekonom berkata pula bahwa pasar tak boleh dibiarkan “berkerja” sendirian. Bagaimana pun pemerintah harus intervensi. Asas  ekonomi kita bukan neoliberal yang semua terserah pasar saja. Masyarakat pun selalu teringat, bahwa Bulog di masa Orede Baru selalu turun tangan jika harga-harga mengila. Tapi apa mau dikata. Bulog tak seperkasa dulu lagi. Padahal, dulu Bulog bisa intervensi sehingga harga kembali stabil.

Syahdan, akan ada Operasi Pasar. Tapi, tak pula merata di seluruh Tanah Air. Mulanya, orang pemerintah bilang masih ditunggu dulu kenaikannya sampai 25%. Mengapa tak dilakukan bertahap saja, sejak naik 5%, 10%, 15% dan seterusnya?  Gejolaknya tak terasa karena suplainya pun tak terasa sehingga kemungkinan spekulasi pedagang terhindarkan.

ISTRI saya berkata bahwa menjelang bulan puasa dan lebaran, harga-harga kebutuhan pokok pasti meriang. Naik. Itu pengalaman empirik ibu rumahtangga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News