BBM 'Naik!' Serupa tapi Tak Sama

BBM 'Naik!' Serupa tapi Tak Sama
Perwakilan dari kementerian ESDM bersama pemimpin redaksi Jawa Pos Grup saat Forum Pemred JPNN, di Novotel, Mangga Dua, Jakarta, Selasa (13/12). Foto: Ukon Furkon Sukanda/Indopos/JPNN
Salah satu cela Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh, lalu adalah gagal mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Konsep penyesuaian harga premium yang dirancang April 2011 pun, hingga bulan Oktober ---saat di-reshuffle dan diganti Jero Wacik---, belum ada sinyal kuat. Bentuk rupa, konsep dan implementasinya masih di atas langit.


MUNGKIN juga bukan salah Darwin Zahedy Saleh. Mungkin dia ’’under pressure” dan tidak bisa membuat pilihan tepat kala itu. Mungkin juga, tidak berani bersinggungan dengan kepentingan partai politik. Mungkin juga gagal menemukan formulasi komunikasi publik dan komunikasi politik yang efektif. Terutama, mengartikulasi dampak dari pengurangan subsidi BBM, yang secara langsung harga premium akan melambung.

Publik diarahkan, mengonsumsi BBM non subsidi, semacam pertamax. Mobil mewah, orang berkantong tebal, tidak boleh lagi minum premium. Sudah saatnya, mereka beralih dengan kesadaran penuh, untuk tidak membeli premium yang disubsidi. Semua takut reaksi publik, yang selalu sinis kalau sudah berurusan dengan BBM. Mereka pasti juga nyinyir dengan Partai Demokrat dan Presiden SBY. Apalagi, soal perubahan harga BBM, yang merupakan dampak pelepasan subsidi itu persoalan yang paling ’’mudah terbakar’’, ’’mudah tersulut” dan ’’mudah merembet” ke mana-mana.

Ekonom, pelaku bisnis, kalangan akademis, pemerhati ekonomi nasional, sudah mendesak, agar segera dilakukan pengurangan subsidi BBM itu. Hukumnya wajib, situasinya urgen! Tidak bisa ditunda-tunda. Beban subsidi terlalu besar dan membuat timpang neraca. Tetapi, politisi pengusung Presiden SBY, justru mengolor target penyesuaian harga BBM itu.

Apa kata orang tentang Presiden SBY? Tentang Partai Demokrat juga ikut-ikutan menanggung risiko? Terutama, lawan-lawan politik yang seolah memperoleh umpan empuk untuk meng-kick Presiden SBY dengan isu-isu tidak populis, dan dituding tidak pro rakyat. Sulit juga menjadi Darwin Zahedy Saleh saat itu. Bagaimana dengan kebijakan Menteri Jero Wacik nanti? Bukankah dia sama-sama petinggi Partai Demokrat? Logika pemegang kebijakan dengan persepsi publik memang tidak pernah sama, dalam hal naik harga BBM.

:TERKAIT Logika pemerintah, yang terjadi adalah pengurangan subsidi untuk BBM. Logika publik membaca itu sebagai harga BBM naik. Dua-duanya tidak ada yang salah. Serupa tapi tak sama. Harga BBM naik, itu hanyalah akibat dari kebijakan pengurangan subsidi pemerintah untuk BBM.

Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno, yang didampingi Jarman, Dirjen Ketenagalistrikan, Thamrin Sihite, Dirjen Minerba, Kardaya Warnika, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) dan Heri Poernomo, Direktur Bina Progran Direktorat Migas juga menyiapkan kisi-kisi seputar BBM tersebut.

Di Forum Pemred yang dilangsungkan di Novotel, Mangga Dua, Jakarta itu rencana kenaikan BBM ini memang tidak dikupas detail. ’’Ini masih terus kami dalami, baik teknis maupun konsep implementasinya,’’ kata Waryono Karno.

Salah satu cela Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh, lalu adalah gagal mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News