BBM 'Naik!' Serupa tapi Tak Sama

BBM 'Naik!' Serupa tapi Tak Sama
Perwakilan dari kementerian ESDM bersama pemimpin redaksi Jawa Pos Grup saat Forum Pemred JPNN, di Novotel, Mangga Dua, Jakarta, Selasa (13/12). Foto: Ukon Furkon Sukanda/Indopos/JPNN

Yang pasti, fakta 2011 ini, pembengkakan BBM subsidi hampir Rp 30,3 triliun. Jika dibuat double track Kereta Api, Jakarta-Surabaya, sudah sampai mana itu? Seharusnya, kuota pemakaian BBM subsidi hanya 38,38 juta kilo barel. Jenis BBM bersubsidi premium 60%, solar 34% dan minyak tanah 6%. Konsumsi Premium Sektor Transportasi Darat: Motor 40%, mobil pribadi 53% dan mobil barang 4% -angkutan umum 3%. Lokasi pengguna BBM Subsidi, Jawa Bali 59% (termasuk Jabodetabek 18% dari total atau 30% dari Jawa Bali).

Indonesia Timur hanya 10%, NTT-NTB 2%, Sumatera Kota Besar 4%, Sumatera Eks Kota Besar 18%. Kalimantan Kota Besar 2% dan Exc Kota Besar 5%. Jika dilihat dari sektor pengguna, transportasi darat 89%, transportasi air 1%, rumah tangga 6% usaha kecil 1% dan perikanan 3%. Waryono menyebut, ’’Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM, yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak. (pasal 8 ayat 2 UU 22/2001),” kata dia.

Subsidi, kata dia, adalah alokasi anggaran untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. (Pasal 1 ayat 16 UU 10/2010). Dia mengakui, subsidi BBM saat ini belum tepat sasaran. Sebagian besar subsidi dinikmati oleh kalangan mampu.

“Subsidi BBM meningkat tajam dan membebani keuangan negara (subsidi BBM tahun 2010 sebesar 181% terhadap subsidi BBM Tahun 2009,” jelasnya. Di UU No. 10 Tahun 2010 tentang APBN 2011, kata Waryono, sudah mengamanatkan bahwa pemerintah harus melakukan pengaturan BBM bersubsidi secara bertahap. ’’Tujuannya, agar alokasi dapat terlaksana dengan tepat volume dan tepat sasaran,” ungkap dia.

Lalu bagaimana strateginya? Pertama, membuat dan menyempurnakan peraturan yang terkait pengurangan subsidi, yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Kedua, sosialisasi penghematan pemakaian BBM yang mengacu pada Inpres No.2/2008 dan Permen ESDM No.31/2005. Ketiga, mewajibkan penyediaan dan pemanfaatan BBN, Inpres No 1 Tahun 2006 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

Pertanyaannya: Kapan subsidi BBM dikurangi? Dampak harga psikologis per liter jadi berapa? Teknisnya bagaimana? Harga premium ikut naik, atau orang kaya dan mobil mewah tidak boleh membeli bensin bersubsidi itu? Implementasinya seperti apa? ’’Ya, kita tunggu saja tanggal mainnya,’’ paparnya. (don/bersambung)


Salah satu cela Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh, lalu adalah gagal mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News