Berkelana Menelusuri Lorong-Lorong Rumah Rayap

Berkelana Menelusuri Lorong-Lorong Rumah Rayap
Stiker Tokyo Candidate 2020, untuk mempromosikan Jepang menjadi tuan rumah Olimpiade 2020. Foto: Don Kardono
Selama hidup di Negeri Samurai, yang melintas di benak, saya seperti sedang menjalani masa metamorfose menjadi geng rayap. Lebih banyak menghabiskan waktu dan beraktivitas di dalam rongga-rongga bawah tanah. Bergerak dari satu titik ke titik lain melewati lorong dengan kereta listrik. Betul-betul manusia underground.     Musim dingin awal tahun 2013 kali ini memang terasa menusuk tulang. Pusat keramaian, centrum pergerakan, dan fokus aktivitas orang justru berada di bawah tanah. Seperti rayap. Jutaan manusia di kota-kota besar seperti Tokyo, Yokohama, Kyoto, Osaka, Nagoya, Sapporo, Kobe, Fukuoka, Saitama, dan lainnya lebih eksis di bawah tanah. Kalau dalam bahasa pertunjukan wayang, orang-orang itu digambarkan sebangsa Ontoseno dan Ontorejo. Dua anak kandung Bima dari istri yang berbeda, yang keduanya sama-sama bisa ambles bumi (baca: menembus bumi dan hidup di bawah tanah, red).

Merayap di bawah bumi. Penduduk urban di Nippon atau Nihon memang memiliki dua kehidupan. Di atas tanah, yang beralas aspal dan tanah, beratap langit biru. Dan kehidupan di bawah tanah yang berlangit-langit beton dan bercahaya lampu. Di sudut-sudut keramaian kota, perempatan, ujung jalan, dibuat akses masuk ke rongga-rongga basement itu berupa tangga, escalator ke stasiun kereta. Di lokasi padat, lokasi pertemuan banyak jalur, seperti Stasiun Tokyo di Distrik Marunouchi –kawasan perkantoran--, bahkan dibangun lift.

Lebih dari 2,8 Miliar orang Jepang memanfaatkan model transportasi KRL itu per tahun. Setiap hari kereta yang bergerak di bawah tanah itu mengangkut 7,7 juta orang, dari dan ke 282 stasiun. Kereta yang masinisnya meremote dari belakang meja komputer itu selalu bergerak on time, berhenti on track, tidak pernah bergeser.

Jangan dibayangkan kata “stasiun kereta” itu seperti yang kita lihat di Stasiun Gambir, Tanah Abang, Pal Merah, Kebayoran, Bekasi, Depok, Bogor atau bahkan Bandung, pusatnya kantor PT KAI itu. Stasiun di hampir semua city hall di Jepang, itu mirip mall atau pusat bisnis dan perdagangan, sekelas dengan Gandaria City atau Plasa Senayan. Lantainya bersih, fasilitas publiknya lengkap, dan informasinya sangat jelas, modern, menggunakan bahasa Jepang dan Inggris.

Selama hidup di Negeri Samurai, yang melintas di benak, saya seperti sedang menjalani masa metamorfose menjadi geng rayap. Lebih banyak menghabiskan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News