Cacing Pita 2,8 Meter Ditemukan dari Perut Warga Simalungun

Cacing Pita 2,8 Meter Ditemukan dari Perut Warga Simalungun
Ilustrasi Foto: pixabay

Menurut Umar, berdasarkan laporan yang diterimanya, faktor risiko yang menyebabkan itu karena kebiasaan mengkonsumsi hinasumba dan naihollat yang dagingnya dimasak tidak sempurna. Dijelaskan Umar, Taeniasis dapat disebabkan dari daging babi dan sapi, bila dimasak tidak sempurna.

Babi atau sapi memakan rumput yang mengandung telur. Kemudian telur itu berkembang menjadi kista di dalam daging babi atau sapi.

Selanjutnya, daging babi atau sapi itu dimasak tidak sempurna lalu dikonsumsi sehingga berkembang hingga dewasa di dalam usus orang yang mengkonsumsinya.

“Taeniasis adalah penyakit yang terabaikan karena hampir belum pernah ditemukan kasusnya. Selain itu, penyakit ini selalu dianggap sepele karena memang penderitanya tidak meneyebabkan kematian. Kalaupun kita tahu diagnosisnya, mengobatinya juga tidak mudah karena obatnya sulit didapat, “ jelas mantan Dirut RSU dr Pirngadi ini.

Sebelum mengakhiri, Umar Zein menegaskan, penemuan itu penting untuk ditidaklanjuti dengan melakukan penelitian.

Dikatakannya, secara teori, penelitian itu untuk menemukan daerah endemig taeniasis di Sumatera Utara, melakukan survei epidemologi dan identifikasi.

Dengan begitu, diharapnya bisa membuat program-program penanggulangan infeksi taeniasis di Sumatera Utara yang mungkin terpadu dengan program kecacingan pada umumnya.

Secara konsep, dikatkannya, untuk melihat faktor resiko penularan di Desa Nagari Dolok, Silau Kahaean, Simalungun, karena mungkin ada kebiasaan masyarakat yang belum diketahui.

Penemuan ini merupakan yang terpanjang di dunia, karena sebelumnya ditemukan cacing pita sepanjang 1,5 meter dari tubuh manusia di Bangladesh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News