Cerita Pelarian Kitina, Ibu Dua Anak Korban Perang di Mimika

Cerita Pelarian Kitina, Ibu Dua Anak Korban Perang di Mimika
Nyonya Kitina Wenda menunjukkan surat-surat berharga miliknya yang tersisa, ketika berada di pengungsian Gereja GIDI Getsemani, Rabu (27/7). Foto: Eleuterius Leisubun/Radar Timika

Dengan raut wajah yang lesu di bawah panasnya terik sinar matahari, ibu dua anak ini dengan seksama membuka helai demi helai kertas yang terselip di dalam map berwarna kuning. “Hanya ini yang kami selamatkan, sama anak anak,” ujarnya terdengar sedih. 

Dengan teliti kertas yang terlipat itu diperbaiki dengan tangan, kemudian diletakkan di atas tanah dan ditimpa dengan batu agar mengering dan tidak mudah terbang ketika ditiup angin.

Untuk menyelamatkan diri dari kepungan musuh, dia mengajak kedua anaknya melarikan diri ke hutan yang ada di belakang rumah. Tidak ada petunjuk jalan apalagi kompas. Kitina dan kedua anaknya hanya berlari dengan feeling dan arah mata memandang.

Kitina dan anaknya memilih berlari ke arah barat. Dia juga melewati banyak rintangan, seperti ketika berlari di alam terbuka. Semak duri, tumbuhan hutan dan jalan yang tidak jelas arah jadi tantangan. Ditambah rasa ketakutan yang luar biasa, takut tertangkap sama musuh.

Namun dia seolah tidak menghiraukan rintangan itu. Ingin selamat, hanya itu yang ada di pikiran sembari berlari dan memegang kedua buah hatinya.

Jam menunjukkan pukul 09.00 WIT ketika anak dan ibu itu baru tiba di tempat yang aman yakni di Kampung Karang Senang, yang berjarak kurang lebih 5-6 kilometer dari lokasi kejadian.

Setibanya di lokasi yang sudah dianggap aman itu, yang perlu dicari adalah tempat menginap untuk kedua anaknya yang masih berusia dua dan lima tahun itu.

Walaupun ada sanak saudara, namun rumah yang ditumpangi itu sudah penuh dengan keluarga yang lain, sehingga harus berjalan mencari tempat yang lain. Ketika bertemu dengan sanak sudaranya yang juga mengungsi itu, baru menunjukkan bahwa ada tempat untuk berteduh di Gereja GIDI Jemaat Getsemani. Di situlah tempat penampungan korban konflik paling aman.  

PERANG selalu memakan korban. Sedih, pilu, seperti yang dirasakan para korban konflik antarwarga di Kwamki Narama, Mimika, Papua, yang sudah berlangsung

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News