Citibank dan Praktik Premanisme Eksklusif

Oleh : Rhenald Kasali

Citibank dan Praktik Premanisme Eksklusif
Citibank dan Praktik Premanisme Eksklusif
DUA peristiwa besar memorak-porandakan Citibank. Nasabah kartu kreditnya tewas di tangan debt collector dan seorang karyawannya diduga ’’menilap’’ dana nasabah. Yang satu menimbulkan kesan perusahaan asing itu melakukan praktik pelanggaran HAM, jauh dari sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Yang  kedua mengesankan kurang aman bagi nasabah.

Hampir setiap hari saya membaca liputan-liputan dan editorial berbagai media massa yang secara implisit mengatakan bahwa bank tersebut hanya peduli mendapatkan nasabah sebanyak-banyaknya, merusak tatanan sosial dengan merangsang pemakaian kredit konsumsi, lalu menekan yang kesulitan membayar.

Liputan televisi secara intensif juga menurunkan talk show dengan narasumber pimpinan etnik tertentu yang diketahui masyarakat sebagai koordinator debt collector. Talk show itu menambah kesan korporasi menumbuhsuburkan praktik premanisme eksklusif berbasis simbol-simbol agama atau etnik telah menjurus kepada kekerasan dan perpecahan bangsa.

Jangankan merekrut debt collector, merekrut tenaga sekuriti atau manajer saja kita harus menjauhi praktik-praktik sempit yang mengedepankan hal-hal yang berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) dan diskriminatif. Hanya penjajah Belanda yang dulu membagi-bagi profesi anak bangsa berdasar etnik dalam politik devide et impera.

DUA peristiwa besar memorak-porandakan Citibank. Nasabah kartu kreditnya tewas di tangan debt collector dan seorang karyawannya diduga ’’menilap’’

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News