Deponeering Bibit-Chandra Dianggap Bentuk Inkonsistensi

Kejaksaan Diibaratkan Setrikaan

Deponeering Bibit-Chandra Dianggap Bentuk Inkonsistensi
Jaksa Agung Basrief Arief saat rapat kerja dengan komisi III DPR RI di Senayan, Rabu (8/12).Foto: Arun/JPNN
JAKARTA - DPR kembali mempersoalkan keputusan deponeering perkara Bibit-Chandra yang diambil Kejaksaan Agung. Pertanyaan yang diajukan saat ini, mengapa sikap tersebut diputuskan saat Kejaksaan Agung dipimpin pejabat pelaksana tugas Darmono, bukan Jaksa Agung definitif Basrief Arief seperti sekarang ini.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III dengan jajaran Kejagung, Rabu (8/12), anggota DPR asal Fraksi PPP, Ahmad Yani bahkan menilai Darmono tak punya kedudukan hukum (legal standing) sebab selaku Plt dia tak boleh mengambil keputusan strategis seperti deponeering. "Kenapa deponeering? Ini menunjukan inkonsistensi kejaksaan," kata Yani.

Dikatakannya, inkonsistensi itu karena saat RDP dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri, baik Kejaksaan maupun Kepolisian bersikukuh berkas perkara pemerasan dan penyalahgunaan wewenang yang disangkakan pada Bibit-Chandra sudah lengkap alias P21.

Di pihak lain, lanjut Yani, DPR mewanti-wanti kasus ini berpotensi menimbulkan gejolak hukum dan sosial hingga harus dihentikan lewat deponeering, bukan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan atau SKP2 yang akhirnya gugur setelah dipraperadilankan oleh Anggodo Widjojo.

JAKARTA - DPR kembali mempersoalkan keputusan deponeering perkara Bibit-Chandra yang diambil Kejaksaan Agung. Pertanyaan yang diajukan saat ini,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News