Dikira Teroris, Digoda Sopir Mabuk, Akhirnya Mencium Tangan Pak Jokowi

’’Saya diantar Ibu AKP Dwi Erna Rustanti, Kasatlantas Polres Sragen, sampai perbatasan Sragen,’’ tuturnya.
Setelah itu, dia melanjutkan perjalanan ke Solo, melewati rumah keluarga Jokowi. Lalu, ke Semarang dan menyusuri jalan di kawasan hutan Alas Roban untuk memangkas jarak.
Dia kemudian menyusuri kawasan pantura (pantai utara) hingga Cirebon, Karawang, Bekasi, dan tiba di Jakarta pada 3 Mei.
Namun, perjalanan Sri bukan tanpa hambatan. Di sebuah lokasi, Sri mengaku sempat digoda sopir truk yang mabuk.
’’Dia minum kopi, tapi baunya bukan bau kopi,’’ lanjutnya. Si sopir sempat menarik tangannya, tapi Sri berhasil menepisnya sehingga berhasil menjauhi sopir kurang ajar tersebut.
Pengalaman lainnya, pedagang sari kedelai tersebut sempat dikira teroris oleh polisi. Saat itu dia baru sampai di Banyudono, Kabupaten Boyolali. Dia mendatangi pos patroli jalan raya Polres Boyolali. Di pos ada tiga polisi, seorang di antaranya sedang tidur.
’’Waktu saya masuk (pos), polisi yang berjaga langsung lari mengambil pistol. Mungkin saya dikira membawa bom karena saya pakai topi lebar dan ransel di depan,’’ terang ibunda Endhystya Prayudyar Nova, 7, itu.
Sri pun cepat-cepat menjelaskan maksud kedatangannya ke kantor polisi. Polisi yang sempat memegang pistol itu pun tampak lega mengetahui Sri sedang menjalankan nazar. ’’Saya tertawa kalau mengingat kejadian itu,’’ tuturnya.
Sri Wahyuni berjalan kaki dari rumahnya di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, ke Ibu Kota Jakarta. Tujuannya hanya satu, bertemu Presiden Joko Widodo.
- Eks KSAL Ini Anggap Gibran bin Jokowi Tak Memenuhi Kriteria Jadi Wapres RI
- Roy Suryo Ungkap Ironi Laporan Jokowi, Dilayangkan Saat Hari Keterbukaan Informasi
- Gus Din Apresiasi Jokowi Membuat Laporan ke Polisi Soal Ijazah Palsu
- 5 Berita Terpopuler: Ada Uang Setoran Masuk, Banyak NIP CPNS & PPPK Terbit, Memalukan dan Tidak Elegan
- Polisi Didesak Proses Laporan Jokowi soal Kasus Ijazah Palsu
- Jokowi Lapor Polisi, Roy Suryo: Peneliti Seharusnya Diapresiasi, Bukan Dikriminalisasi