Diplomasi Menjual Bahasa Indonesia Mendapat Momentum Menjelang Kunjungan Paus Fransiskus

Diplomasi Menjual Bahasa Indonesia Mendapat Momentum Menjelang Kunjungan Paus Fransiskus
CENDERA MATA: Dewan Pembina PWKI AM Putut Prabantoro (kanan) menyerahkan cendera mata kepada Presiden Dikasteri Komunikasi Vatikan Dott. Paolo Ruffini di kantor Dikasteri Komunikasi Vatikan, Kota Vatikan, Rabu (17/4). Foto: PWKI/Gora Kunjana

Selain merupakan alat komunikasi, bahasa Indonesia juga merupakan alat atau senjata untuk mencapai perdamaian. Ini terlebih karena bahasa merupakan identitas sebuah negara.

Algooth menjelaskan pentingnya diplomasi publik memperkenalkan bahasa Indonesia mendapatkan momentum ketika pada 20 November 2023 di Markas Besar Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) di Paris, Prancis.

Bahasa Indonesia yang juga digunakan secara luas di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei, komunitas di Belanda dan Suriname adalah bahasa resmi ke-10 yang diakui oleh Majelis Umum UNESCO. Sembilan bahasa lainnya yang diakui adalah Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis.

Menurut Algooth penting bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk terlibat dalam diplomasi publik mempromosikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang penting karena sampai saat ini dikotomi karya ilmiah harus berbahasa Inggris maupun rezim jurnal ilmiah Scopus yang membelenggu dunia pendidikan di Indonesia masih sangat kuat.

“Salah satu kesulitan para dosen di Indonesia adalah tuntutan jurnal berbahasa Inggris, meski regulator pendidikan tinggi bahkan pemerintah sudah mengupayakan jalan keluar yang bijak salah satunya melobi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Unesco, Perguruan Tinggi juga harus bekerja keras mengupayakan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional,” katanya.

Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) menetapkan jurnal internasional adalah suatu karya ilmiah yang ditulis dan dipublikasikan dalam skala internasional dan dapat dipertanggungjawabkan, minimal ketika penulisnya berasal dari dua negara berbeda.

"Perguruan tinggi melalui berbagai saluran formal maupun nonformal harus bisa melakukan persuasi terhadap Dikti perihal bahasa Indonesia yang sudah diakui oleh UNSECO, sehingga dikotomi jurnal internasional harus bahasa Inggris seharusnya bisa diubah makin dinamis,” tuturnya.

Diplomasi publik yang intensif juga harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat global tentang pentingnya bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi ke-10 yang diakui oleh Majelis Umum UNESCO.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News