Ditelepon, Komandan Militer Bilang Rute Sudah Aman

Ditelepon, Komandan Militer Bilang Rute Sudah Aman
MAYAT - Proses evakuasi korban pembantaian di Maguindanao, Filipina, yang sebagian di antaranya adalah jurnalis. Foto: Xinhua/Jes Aznar.
Karena masih harus mengambil beberapa barang di Hotel BF Lodge di Tacurong City tempat para wartawan menginap semalam sebelumnya, kami mempersilakan lima mobil yang lain untuk berangkat duluan. Nah, ketika sampai di hotel itulah kami mendapat firasat sesuatu yang buruk akan menimpa rekan-rekan kami tadi.

Gara-garanya, seorang staf hotel memberitahu kami kalau dua pria tak dikenal baru saja pergi mengendarai sepeda motor terpisah. Mereka pergi setelah bertanya kepada pihak hotel tentang siapa saja wartawan yang ikut rombongan ke Shariff Aguak. Pihak hotel tak memenuhi permintaan itu, tapi kami bertiga memutuskan untuk kembali ke Buluan.

Sepanjang perjalanan kami mengontak rekan-rekan kami yang dalam perjalanan ke Buluan, tapi selalu gagal. Sesampainya di Buluan lagi, musibah itu pun terdengar. Toto memberitahu kami, rombongan diculik dan dibunuh. Sebagian korban perempuan bahkan diperkosa terlebih dahulu. Dari 34 wartawan yang berangkat, hanya 25 yang sudah bisa diidentifikasi.

Duh, saya seperti dihantam batu karang. Saya merasa sangat bersalah. Seharusnya saya juga disana, ikut dibunuh. Satu per satu wajah rekan-rekan saya membayang. Senin malam 23 November itu, untuk kali pertama sepanjang hidup saya tak bisa memejamkan mata. (war/ttg)

Pindah mobil saat mengisi bensin, menghindarkan Aquiles Zonio dari pembantaian di Maguindanao. Berikut kesaksian wartawan Philippines Daily Inquirer


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News