Dua Tahun Rekomendasi Bea Masuk Anti Dumping Macet

Dua Tahun Rekomendasi Bea Masuk Anti Dumping Macet
Dua Tahun Rekomendasi Bea Masuk Anti Dumping Macet

Apa kabar Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap terigu Turki? Hampir dua tahun rekomendasi dari Kementerian Perdagangan itu mandek? Hingga kini Kementerian Keuangan juga belum ada tandatanda kepastian? Mengapa terkesan “digantung”? Atau dibiarkan terkatung-katung?


jpnn.com - INILAH yang menimbulkan banyak spekulasi. Ada tanda tanya besar, siapa yang memainkan rekomendasi pengenaan BMAD Terigu Turki? Focus Group Discussion (FGD) INDOPOS kemarin mengangkat isu tersebut dan menghadirkan Peneliti Senior LPEM- UI Prof.Dr. Inne Minara Ruki, Politisi PDI-Perjuangan dan Anggota DPR Dr. Arief Budimanta, Ketua Assosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Anton J Supit, Staf Ahli Menteri Perindustrian Fauzi Aziz, Ketua Umum Assosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) Fransiskus Wellirang , Direktur PT Eastern Pearl Alwin Arifin, Direktur Eksekutif APTINDO, Ratna Sari Loppies, dan pelaku UKM Kasim.

FGD rutin INDOPOS itu dilangsungkan di Gedung Graha Pena Jakarta, pukul 13.00 sd 16.00 WIB. Dalam diskusi yang hangat dan serius itu dijelaskan, industri terigu Indonesia terus tumbuh. Begitu pula pasarnya. Ketua Umum APTINDO, Fransiskus Wellirang memaparkan, industri terigu tumbuh hingga 15 industri dalam 10 tahun terakhir dengan kapasitas delapan juta ton. Jumlah itu, dipastikan masih akan bertambah dengan berdirinya pabrik baru di Cilegon dan Madura.

:TERKAIT Toh begitu, pertumbuhan industri terigu dalam negeri masih belum menggembirakan Karena, menurut Franky —begitu Fransiskus Wellirang akrab disapa, hingga tiga tahun ke depan, kapasitas industri terigu Indonesia masih saja akan tetap terendah di Asia, jika dihitung kilogram per kapita. Dari kapasitas yang ada, baru 34 persen saja yang terserap oleh industi besar. Selebihnya pengguna terigu masih didominasi oleh industri rumah tangga. “Enam puluh persen pengguna terigu Indonesia adalah sektor Usaha Kecil Menengah (UKM),” papar Franky.

Meski begitu, bisnis terigu di Indonesia masih dilirik investor. Buktinya, meski pertumbuhannya terbilang lambat, masih saja investor yang berminat menanamkan inevastasinya di sektor ini. “Masih ada beberapa industri terigu yang masuk. Setiap tumbuh pasar 5%, butuh tambahan satu pabrik,” papar Franky. Untuk memacu tumbuhnya industri terigu nasional tentu dibutuhkan lebih banyak lagi investor.

Menurut Franky, tidak mudah untuk menarik investor yang mau membangun pabriknya di Indonesia sepanjang tidak ada perlindungan dari pemerintah. Terkatung-katungnya penerapan tarif bea masuk anti dumping (BMAD) untuk tepung terigu impor dari Turki menjadi ganjalan serius bagi produsen tepung terigu dalam negeri. Apalagi, Komisi Antidumping Indonesia (KADI) dan Kementerian Perdagangan sudah merekomendasikan penerapan tarif BM 19,67 hingga 21.98 persen untuk terigu impor dari Turki, karena terbukti dumping (harga ekspor lebih murah dibanding dalam negeri). Kalangan produsen terigu di dalam negeri sendiri meminta pemerintah menerapkan BM maksimal 51,1 persen untuk terigu Turki tersebut Saat ini bea masuk impor tepung terigu dari Turki hanya dikenakan 5 persen.

Ketua APINDO Anton J Supit pun mengaku heran, penerapan BMAD yang sudah menjadi keputusan pemerintah dalam hal ini Kemendag tidak bisa ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan. “Ini menjadi tanda tanya besar, ada apa dengan pemerintah?” Padahal, lanjut Anton, penerapan BMAD untuk terigu Turki tidak akan berdampak atau mengganggu hubungan diplomatik, seperti yang dirisaukan sejumlah pejabat pemerintah.

Apalagi Turki sendiri sudah menerapkan BMAD dan mekanisme safeguard untuk 58 produk Indonesia, di antaranya sepatu, ban, korek api, tekstil, furnitur, AC, dan polieti-lene, yang sudah dikenakan BMAD oleh Turki di atas 50 persen. Menurut dia, tidak relevan jika hubungan diplomatik dibawa dalam urusan perdagangan yang dilakukan suatu perusahaan. Apalagi Pemerintah Turki sendiri tidak memugkinkan masalah hubungan diplomatik dengan menerapkan BMAD dan safeguard untuk 10 produk Indonesia. “Namun, temyata ada oknum pejabat di pemerintahan yang menghembuskan isu bahwa penerapan BMAD untuk terigu impor dari Turki bisa mengganggu hubungan bilateral. Oknum pejabat ini lebih mementingkan asing daripada industri nasional.

Mungkin maunya pejabat ini industri nasional mati semua, lalu kita ketergantungan dengan tepung terigu impor,” kata Anton menegaskan. Franky menambahkan, ada beberapa industri tepung terigu dalam negeri mengajukan permintaan penerapan BMAD atas tepung impor dari Turki, yakni PT Eastern Pearl, PT Sriboga, dan PT Panganmas. “Sebenarnya kami ini hanya ingin praktik perdagangan yang fair. Kami ini tidak neko-neko,” kata Alwin Arifin, Direktur PT Sri boga. Sementara pemain terbesar tepung terigu PT Indofood Sukses Makmur Divisi Bogasari Flour Mills tidak menjadi petisioner.

Apa kabar Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap terigu Turki? Hampir dua tahun rekomendasi dari Kementerian Perdagangan itu mandek? Hingga kini

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News