Dua Tewas Jelang Referendum Crimea

Dua Tewas Jelang Referendum Crimea
Dua Tewas Jelang Referendum Crimea
KHARKIV - Hari ini (16/3) Republik Crimea menentukan masa depan wilayahnya melalui referendum. Meski menuai kecaman banyak pihak, Rusia tetap melanjutkan penyusunan undang-undang kontroversial yang menjadi landasan hukum bergabungnya Crimea kelak.

Padahal, pelaksanaan referendum diwarnai bentrokan maut. Unjuk rasa massa pro-Moskow dan pro-Kiev berlanjut hingga hari kedua kemarin. Pada Jumat malam (14/3), baku tembak mewarnai unjuk rasa yang dipicu rencana parlemen Crimea untuk memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia.

Kemarin media Ukraina melaporkan, dua orang tewas dalam insiden di Kota Kharkiv tersebut. Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) pun langsung mengirimkan tim gabungan sipil dan militer ke Kharkiv. Tim gabungan itu akan menyelidiki bentrokan maut Jumat lalu yang mengakibatkan dua orang tewas tersebut.

Sebelum bentrokan pecah di Kharkiv, kubu pro-Moskow yang jumlahnya lebih banyak terlibat ketegangan dengan kubu pro-Kiev di Kota Donetsk. Dalam bentrokan tersebut, seorang pemuda berusia 22 tahun tewas.

''Kelompok nasionalis (pro-Kiev) melepaskan tembakan ke arah kelompok pro-Rusia di sebelah timur kota industri itu,'' kata seorang saksi dalam bentrokan di Kharkiv. Untungnya, tembakan tersebut tidak sampai melumpuhkan siapa pun. Tetapi, situasi menjadi panas saat massa pro-Rusia melakukan aksi balasan dan mengejar aktivis pro-Kiev yang menyandang senjata.

Para aktivis pro-Kiev itu lantas bersembunyi di markas organisasi sayap kanan, Patrioty Ukrainy (Patriot Ukraina). Baku tembak tidak terelakkan. ''Seorang demonstran pro-Rusia dan seorang pejalan kaki yang kebetulan melintasi gedung tersebut tewas tertembak. Enam yang lain, termasuk seorang petugas, terluka dalam insiden itu,'' jelas polisi yang terlibat dalam penyelidikan.

Seusai bentrokan berdarah tersebut, sekitar 30 pria bersenjata yang bersembunyi di markas utama Patrioty Ukrainy menyerahkan diri. Atas inisiatif sendiri, mereka bahkan menyerahkan senjatanya kepada polisi. ''Kiev harus segera melarang seluruh organisasi yang berpotensi meniupkan konflik antaretnis,'' tegas Konstantin Dolgov, tokoh HAM pada Kementerian Luar Negeri Rusia.

Sementara itu, pertemuan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov selama lebih dari 11 jam pada Jumat lalu gagal dilaksanakan. Washington gagal mencegah referendum yang jelas akan membuat Ukraina kehilangan wilayah otonomi khusus di semenanjung Laut Hitam tersebut. Washington juga gagal membujuk Moskow untuk tidak terburu-buru menerima Crimea. (AP/AFP/BBC/hep/c14/tia) 


KHARKIV - Hari ini (16/3) Republik Crimea menentukan masa depan wilayahnya melalui referendum. Meski menuai kecaman banyak pihak, Rusia tetap


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News