Eks Ketua KPU: Ini Masalah Serius, Bisa Dipidana

Eks Ketua KPU: Ini Masalah Serius, Bisa Dipidana
Tim dari KPU Buleleng melakukan verifikasi DPT Pemilu 2019 ke para WNA yang mengantongi e-KTP. Foto: Eka Prasetya/Radar Bali/JPNN.com

Sumber permasalahan juga bisa berasal dari pemerintah. Sebab, daftar pemilih potensial pemilu (DP4) diberikan oleh pemerintah.

Supaya tidak terulang, Jondra menyarankan PPDT juga harus benar-benar bekerja turun ke lapangan. Begitu juga dengan pemerintah harus valid memberikan data.

Karena itu, lanjut Jondra, ke depan perbaikan PKPU harus dipertegas, bahwa dalam DPT disediakan kolom khusus mencatat kewarganegaraan untuk memastikan kewarganegaraan calon pemilih.

"Sehingga ketahuan dalam sistem pendaftaran pemilih (Sidalih), begitu bukan WNI dia tidak bisa menjadi pemilih," tukasnya seperti dilnsir Radar Bali (Jawa Pos Group).

Yang menarik, menurut Jondra, masalah WNA masuk DPT ini juga bisa masuk ke ranah pidana.

Dalam Pasal 488 tentang ketentuan pidana pemilu UU Pemilu, disebutkan setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam pidana penjara selama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.

"Jadi, masalah ini (WNA masuk DPT) adalah masalah serius yang harus segera diselesaikan," tandasnya.

Konsekuensi lain dari kasus ini yakni terjadi pemborosan karena surat suara sudah tercetak.

Jondra menyarankan, agar WNA yang sudah masuk DPT tidak sampai mencoblos, maka KPU bisa memberi tanda dalam DPT agar yang bersangkutan tidak diberi formulir C-6.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News